Masyarakat peduli pendidikan tentunya menginginkan
kualitas mutu sekolah di Indonesia ini jauh lebih baik, itu pasti. Tapi sejalan
dengan tuntutan itu kenyataannya dilapangan banyak sekali hambatan dan
rintangan yang dihadapi, faktor-faktor penghambat itu adaha :
1.
Sempitnya Wawasan
Kepala Sekolah,
2.
Pengangkatan Kepala Sekolah yang
tidak transparan ,
3.
Sistem politik yang kurang
stabil,
4.
Sistem Birokrasi,
5.
Kurangnya sarana dan prasarana,
6.
Lulusan kurang mampu bersaing,
7.
Rendahnya kepercayaan
masyarakat,
8.
Rendahnya sikap mental
9.
Rendanya produktivitas kerja
10. Belum tumbuhnya budaya mutu
Hal-hal di atas merupakan sekian permasalahan
dari banyaknya permasalahan yang dihadapi dunia pendidikan kita saat ini, yang
tentunya menjadi batu sandungan dalam peningkatan kualitas mutu sekolah. Kepala Sekolah adalah Top Leader di institusi
yang dipimpinya memegang peran sangat penting dan menentukan. Jika seorang
pimpinan tidak memiliki kemampuan seperti yang diharapkan, ibaratnya seperti
sampan yang tidak memiliki kemudi handal akan berjalan seadanya dan
terseok-seok. Kenyataan yang demikian marak dan ada namun demi “Nama Baik” maka semuanya terpoles indah
terlihat dari luar.
1. Sempitnya wawasan
kepala sekolah
Tidak semua kepala sekolah memiliki wawasan yang cukup memadai untuk
melaksanakan tugas dan fungsinya dalam meningkatkan kualitas pendidikan di
sekolah. Sempitnya wawasan tersebut terutama terkait dengan berbagai masalah
dan tantangan yang harus dihadapi oleh para kepala sekolah dalam era
globalisasi sekarang ini, dimana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
terutama teknologi informasi begitu cepat. Begitu cepatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi menyulitkan sebagian kepala sekolah dalam
melaksanakan fungsinya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah, yang
mampu menghasilkan lulusan untuk dapat bersaing di era yang penuh
ketidakpastian dan kesemrawutan global (chaos). Kondisi tersebut antara lain
disebabkan oleh faktor kepala sekolah yang kurang membaca buku, majalah dan
jurnal; kurang mengikuti perkembangan; jarang melakukan diskusi ilmiah; jarang
mengikuti seminar yang berhubungan dengan pendidikan dan profesinya, sikap
malas dan berfikiran ‘bahwa semua dapat diselesaikan dengan uang’. Disamping
itu, sempitnya wawasan kepala sekolah disebabkan oleh keberadaan Kelompok Kerka
Kepala Sekolah (K3S) yang belum didayagunakan secara optimal untuk meningkatkan
profesionalisme kepala sekolah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Demikian
pula halnya dengan keberadaan Musyawarah Kepala Sekolah (MKS) dimana lembaga
ini hanya berperan sebagai tempat berunding kepala sekolah untuk menentukan keuangan
belaka .
2. Pengangkatan
kepala sekolah yang tidak transparan
Pengangkatan kepala sekolah yang belum transparan merupakan suatu faktor
penghambat tumbuh kembangnya kepala sekolah profesional. Hasil kajian
menunjukkan bahwa pengangkatan kepala sekolah dewasa ini belum atau tidak
melibatkan pihak-pihak masyarakat dan dunia kerja. Disamping itu, keputusan
pemerintah mengenai jabatan kepala sekolah selama empat tahun dan setelah itu
dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya belum dapat dilaksanakan.
Hal tersebut secara langsung merupakan penghambat tumbuhnya kepala sekolah
profesional yang mampu mendorong visi menjadi aksi dalam peningkatan kualitas
pendidikan.
3. Sistem politik
yang kurang stabil
Sistem politik yang kurang stabil dalam tatanan kehidupan berbangsa dan
bernegara selain menimbulkan berbagai masalah dalam hidup dan kehidupan di
masyarakat juga merupakan faktor penghambat lahirnya kepala sekolah
profesional. Wakil-wakil rakyat di dewan yang lamban dan plin-plan dalam
mengambil suatu prakarsa serta selalu menunggu demonstrasi masyarakat dalam mengambil
suatu keputusan merupakan suatu sistem politik yang kurang stabil dan kurang
menguntungkan. Kondisi semacam ini sangat mewarnai berbagai bidang kehidupan,
termasuk pendidikan, beserta komponen yang tercakup di dalamnya. Pengembangan
sumber daya pembangunan melalui sistem pendidikan yang memadai perlu ditunjang
oleh sistem politik yang stabil dan kemauan politik yang positif dari
pemerintah. Termasuk dalam hal ini adalah anggaran belanja yang dialokasikan
untuk pendidikan.
4. Birokrasi
Birokrasi yang masih dipengaruhi faktor feodalisme dimana para pejabat
lebih suka dilayani daripada melayani masih melekat di lingkugan Dinas
Pendidikan. Kebiasaan lain seperti kurangnya prakarsa dan selalu menunggu
juklak dan juknis tidak menunjang bagi tumbuh kembangnya kepala sekolah
profesional untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Disamping itu, dalam
lingkungan sekolah perilaku kepemimpinan kepala sekolah cenderung kurang
transparan dalam mengelolah sekolahnya. Hal ini menyebabkan kurang percayanya
tenaga kependidikan terhadap kepala sekolah, sehingga dapat menurunkan
kinerjanya dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. Disamping kurang
mandiri, hambatan lain yang memperlemah kinerja kepala sekolah adalah kurangnya
kepekaan terhadap krisis (sense of crisis), rasa memiliki dan rasa penting
terhadap kualitas pendidikan, sehingga menyebabkan lemahnya tanggung jawab,
yang dapat menurunkan partisipasinya dalam kegiatan sekolah. Fenomena tersebut
terutama disebabkan oleh kondisi yang selama bertahun-tahun dimana kepala
sekolah kurang mendapat pendidikan dan pelatihan yang mengarah pada sistem
manajemen modern, kalaupun ada pelatihan-pelatihan seringkali kurang memacu
prestasi dan potensi kepala sekolah.
5.
Kurang sarana dan prasarana
Kurangnya sarana dan prasarana pendidikan seperti perpustakaan,
laboratorium, bengkel kerja (workshop), pusat sumber belajar (PSB) dan
perlengkapan pembelajaran sangat menghambat tumbuhnya kepala sekolah
profesional. Hal ini terutama berkaitan dengan kemampuan pemerintah untuk
melengkapinya yang masih kurang. Disamping itu, walaupun pemerintah sudah
melengkapi buku-buku pedoman dan buku-buku paket namun dalam pemanfaatannya
masih kurang. Beberapa kasus menunjukkan banyak buku-buku paket belum
didayagunakan secara optimal untuk kepentingan pembelajaran, baik guru maupun
oleh peserta didik.
6.
Lulusan kurang mampu bersaing
Rendahnya kemampuan bersaing dari lulusan pendidikan sekolah banyak
disebabkan oleh kualitas hasil lulusan yang belum sesuai dengan target lulusan,
sehingga para lulusan masih sulit untuk bisa bekerja karena persyaratan untuk
diterima sebagai pegawai di suatu lembaga atau dunia usaha dan industri kian
hari kian bertambah, yang antara lain harus menguasai bahasa asing, komputer
dan kewirausahaan. Lulusan sekolah yang mau melanjutkan ke jenjang pendidikan
yang lebih tinggi setiap tahun bertambah banyak, namun kemampuan bersaing dalam
ujian pada umumnya masih rendah sehingga persentase lulusan yang diterima dan
bisa melanjutkan pendidikan hanya sedikit.
7.
Rendahnya kepercayaan masyarakat
Masyarakat Indonesia pada umumnya masih memiliki tingkat kepercayaan yang
kurang terhadap produktivitas pendidikan, khususnya yang diselenggarakan pada
jalur sekolah. Pendidikan sekolah secara umum belum mampu melahirkan sumber
daya manusia (SDM) yang berkualitas, yang siap pakai, baik untuk kerja maupun
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kurang berhasilnya
program link and match (keterkaitan dan kesepadanan) dan belum berhasilnya
program pendidikan berbasis masyarakat serta kurikulum berbasis kompetensi pada
sekolah kejuruan menyebabkan kekurangpercayaan masyarakat terhadap pendidikan.
8.
Rendahnya sikap mental
Rendahnya sikap mental sebagian kepala sekolah merupakan faktor penghambat
tumbuhnya kepala sekolah profesional. Rendahnya sikap mental tersebut antara
lain terlihat dalam bentuk kurang disiplin dalam melaksanakan tugas, kurang
motivasi dan semangat kerja, serta sering datang terlambat ke sekolah dan
pulang lebih cepat dari guru dan tata usaha sekolah. Kondisi-kondisi tersebut
sangat menghambat dan merupakan tantangan bagi tumbuh kembangnya kepala sekolah
profesional yang harus dicarikan jalan pemecahannya secara tepat dan tepat.
9.
Rendanya produktivitas kerja
Produtivitas kerja yang rendah antara lain disebabkan oleh rendahnya etos
kerja dan disiplin. Salah satu indikator dari masalah ini adalah masih
rendahnya prestasi belajar yang dapat dicapai peserta didik, baik prestasi
akademis yang tertera dalam buku laporan pendidikan dan nilai ujian akhir
maupun prestasi non-akademis serta partisipasinya dalam kehidupan dan
memecahkan berbagai persoalan yang ada di masyarakat. Lebih dari itu, tidak
jarang peserta didik yang justru menambah masalah bagi masyarakat dan
lingkungan, seperti keterlibannya dalam penggunaan obat-obat terlarang, dan
perkelahian antar-pelajar.
10.
Belum tumbuhnya budaya mutu
Kualitas merupakan nilai kepuasan dari
owner, pamakai, pengguna barang dan jasa. Sesuatu akan dipercaya atau
banyak diminati karena orang melihat kualitas, kualitas disini bukan asal sulap
demi gengsi, dalam dunia pendidikan ini merupakan racun yang ganas.
Dalam konteks pendidikan, pengertian kualitas mencakup input, proses dan
output pendidikan. Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia
karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Proses pendidikan merupakan
berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sedangkan output pendidikan
merupakan kinerja sekolah, yaitu prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses
dan perilaku sekolah.
Paradigma baru kepala sekolah profesional dalam konteks MBS dan KBK
berimplikasi terhadap budaya kualitas, yang memiliki elemen-elemen sebagai
berikut:
a. informasi
kualitas harus digunakan untuk perbaikan;
b. kewenangan harus
sebatas tanggung jawab;
c. hasil harus
diikuti hadiah dan hukuman;
d. kolaborasi,
sinergi bukan kompetisi penuh melainka harus merupakan basis kerja sama, atau
diistilahkan coopetition;
e. tenaga
kependidikan harus merasa aman dalam melakukan pekerjaannya;
f.
suasana keadilan harus ditanamkan; dan
g. imbas jasa harus
sepadan dengan nilai pekerjaan.
Belum tumbuhnya budaya kualitas baik dari segi input, proses maupun output
pendidikan merupakan faktor penghambat tumbuhnya kepala sekolah profesional.
Dalam hal ini, sekolah harus selalu menggalakkan peningkatan kualitas, yakni
kepuasan pelanggan, baik internal maupun eksternal.
Sumber :
Dari Batara Raya Media
http://www.batararayamedia.com/faktor-faktor-penghambat-peningkatan-kualitas-mutu-sekolah_art-210.htmlBACA JUGA ARTIKEL MENARIK LAINNYA :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar