Kecerdasan (intelegensi) secara umum dipahami pada dua tingkat yakni : kecerdasan sebagai suatu kemampuan untuk memahami informasi yang membentuk pengetahuan dan kesadaran. Kecerdasan sebagai kemapuan untuk meproses informasi sehingga masalah-masalah yang kita hadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan demikian pengetahuan pun bertambah. Jadi mudah dipahami bahwa kecerdasan adalah pemandu bagi kita untuk mencapai sasaran-sasaran kita secara efektif dan efisen.
Banyak pendapat dan pandangan luas masyarakat
bahwa intelegensi tinggi itu adalah anak yang nilai akademisnya tinggi di
sekolah, masuk di perguruan tinggi dan lain sebagainya. Namun benarkah
pandangan demikian itu?
Albert Einstein, tak salah lagi, seorang
ilmuwan terhebat abad ke-20. Cendekiawan tak ada tandingannya sepanjang jaman.
Yang paling fenomenal adalah teori “relativitas”-nya. Sebenarnya teori ini
merupakan dua teori yang bertautan satu sama lain: teori khusus “relativitas”
yang dirumuskannya tahun 1905 dan teori umum “relativitas” yang dirumuskannya
tahun 1915 yang lebih terkenal dengan hukum gaya berat Einstein. Kedua teori
ini sangat rumit untuk kita bahas, karena itu bukan tempatnya di sini
menjelaskan sebagaimana adanya, namun uraian ala kadarnya tentang soal
relativitas khusus ada disinggung sedikit. Pepatah bilang, “semuanya adalah
relatif.” Teori Einstein bukanlah sekedar mengunyah-ngunyah ungkapan yang
nyaris menjemukan itu. Yang dimaksudkannya adalah suatu pendapat matematika
yang pasti tentang kaidah-kaidah ilmiah yang sebetulnya relatif. Hakikatnya,
penilaian subyektif terhadap waktu dan ruang tergantung pada si penganut.
Sebelum Einstein, umumnya orang senantiasa percaya bahwa dibalik kesan
subyektif terdapat ruang dan waktu yang absolut yang bisa diukur dengan
peralatan secara obyektif. Teori Einstein menjungkir-balikkan secara
revolusioner pemikiran ilmiah dengan cara menolak adanya sang waktu yang
absolut.
Ada cerita menarik tentang kemampuan bicara
penemu teori relativitas Albert Einstein. Sampai usia hampir 4 tahun Einstein
belum menunjukkan perkembangan kemampuan bicara yang berarti. Sampai-sampai
gurunya putus asa dan mengatakan, “Anak bodoh ini tidak akan jadi apa-apa
kelak.”
Akan tetapi ternyata ramalan si guru keliru.
Kelak di kemudian hari nama Einstein justru begitu dikenal sebagai si jenius
peraih Nobel.
Albert Einstein adalah penemu besar sepanjang
masa. Namun, dalam perjalanan hidupnya, penemu teori relativitas itu tidaklah
menonjol dalam kehidupan kesehariaannya. Bahkan dalam buku itu diceritakan,
Einstein dinilai guru-gurunya sebagai anak bodoh, yang dalam komunikasinya saja
tidak mempunyai suara yang jelas serta dianggap”terbelakang”, terlalu sering
bertanya dan tak mampu menghafal. Selain itu, teman-temannya juga menganggap
peraih Nobel Fisika pada 1912 itu sebagai sosok yang lamban dalam berpikir dan
pemalu.
Intelegensi
J. P. Guilford menjelaskan bahwa tes
inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat
konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang
logis berdasarkan informasi yang diberikan. Sedangkan kreativitas adalah suatu
proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan
berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang diberikan.
Lebih jauh, Guilford menyatakan bahwa
intelegensi merupakan perpaduan dari banyak faktor khusus. Dibedakan produk
yang diperoleh sebagai hasil dari operasi tertentu terhadap materi tertentu.
Pada dimensi yang pertama terdapat 5 faktor, pada dimensi yang kedua terdapat 6
faktor dan pada dimensi yang ketiga terdapat 4 faktor. Maka diperoleh jumlah
faktor sebanyak 120, yaitu 5 x 6 x 4. rteori Guilford, tidak dapat diuraikan di
sini, karena bersifat sangat kompleks. Pembaca yang berminat dapat mempelajari
literatur yang membahas teori ini, misalnya J.P Guilford, The Nature og Human
Integence, 1967.
Suryabrata (1982) intelegensi disefinisikan
sebagai kapasitas yang bersifat umum dari individu untuk mengadakan penyesuaian
terhadap situasi-situasi baru atau problem yang sedang dihadapi.
Sorenson (1977) intelegensi adalah kemampuan
untuk berpikir abstrak, belajar merespon dan kemampuan untuk beradaptasi dengan
lingkungan.
Stern (1953) intelegensi adalah daya
menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan menggunakan alat-alat berpikir
menurut tujuannya.
Thorndike (lih. Skinner, 1959) sebagai seorang
tokoh koneksionisme mengemukakan pendapatnya bahwa “ intelegence is
demonstrable in ability of the individual to make good responses from the stand
point of truch or fact” orang dianggap intelegen apabila responnya merupakan
respon yang baik atau sesuai terhadap stimulus yang diterimanya. Untuk
memberikan respon yang tepat, individu harus memiliki lebih banyak hubungan
stimulus-respon, dan hal tersebut dapat diperoleh dari hasil pengalaman yang
diperolehnya dan hasil-hasil respon-respon yang lalu.
Terman memberikan pengertian intelegensi
sebagai “ the ability to carry on abstract thinking” (lih. Hariman, 1958).
Terman membedakan adanya ability yang berkaitan dengan hal-hal yang kongkrit,
dan ability yang berkaitan dengan hal-hal yang abstrak. Individu itu intelegen
apabila dapat berpikir secara abstrak dengan baik. Ini berarti bahwa apabila
individu kurang mampu berpikir abstrak, individu yang bersangkutan
intelegensinya kurang baik
Freeman (1959) memandang intelegensi sebagai
(1) capacity to integrate experiences, (2) capacitu to learn, (3) capacity to
perform tasks regarded by psychologist as intellectual, (4) capacity to carry
on abstract thinking”. Orang yang intelegen adalah orang yang memiliki
kemampuan untuk menyatukan pengalaman-pengalaman, kemampuan untuk belajar
dengan lebih baik, kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang sulit dengan
memperhatikan aspek psikologis dan intelektual, dan kemampuan untuk berpikir
abstrak.
Menurut David Wechsler, inteligensi adalah
kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan
menghadapi lingkungannya secara efektif. secara garis besar dapat disimpulkan
bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir
secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara
langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang
merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi
Faktor bawaan atau keturunan
Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai
tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan di antara 2 anak kembar,
korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah pada
anak yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40 – 0,50 dengan ayah dan
ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10 – 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya. Selanjutnya
bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ mereka tetap
berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka tidak pernah saling kenal.
Faktor lingkungan
Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya
sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan
perubahan-perubahan yang berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari
otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain
gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan
juga memegang peranan yang amat penting.
Prestasi seseorang ditentukan juga oleh
tingkat kecerdasannya (Inteligensi). Walaupun mereka memiliki dorongan yang
kuat untuk berprestasi dan orang tuanya memberi kesempatan seluas-luasnya untuk
meningkatkan prestasinya, tetapi kecerdasan mereka yang terbatas tidak
memungkinkannya untuk mencapai keunggulan. Tingkat Kecerdasan Tingkat
kecerdasan (Intelegensi) bawaan ditentukan baik oleh bakat bawaan (berdasarkan
gen yang diturunkan dari orang tuanya) maupun oleh faktor lingkungan (termasuk
semua pengalaman dan pendidikan yang pernah diperoleh seseorang; terutama
tahun-tahun pertama dari kehidupan mempunyai dampak kuat terhadap kecerdasan
seseorang). Secara umum intelegensi dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. kemampuan untuk berpikir abstrak
2.
Kemampuan untuk menangkap hubungan-hubungan
3.
Kemampuan menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi baru
Perumusan pertama melihat inteligensi sebagai
kemampuan berpikir. Perumusan kedua sebagai kemampuan untuk belajar dan
perumusan ketiga sebagai kemampuan untuk menyesuaikan diri. Ketiga-tiganya
menunjukkan aspek yang berbeda dari intelegensi, namun ketiga aspek tersebut
saling berkhaitan. Keberhasilan dalam menyesuaikan diri seseorang tergantung
dari kemampuannya untuk berpikir dan belajar. Sejauhmana seseorang dapat
belajar dari pengalaman-pengalamannya akan menentukan penyesuaian dirinya.
Ungkapan-ungkapan pikiran, cara berbicara, dan cara mengajukan pertanyaan,
kemampuan memecahkan masalah, dan sebagainya mencerminkan kecerdasan. Akan
tetapi, diperlukan waktu lama untuk dapat menyimpulkan kecerdasan seseorang
berdasarkan pengamatan perilakunya, dan cara demikian belum tentu tepat pula.
Oleh karena itu, para ahli telah menyusun bermacam-macam tes inteligensi yang
memungkinkan kita dalam waktu yang relatif cepat mengetahui tingkat kecerdasan
seseorang. Inteligensi seseorang biasanya dinyatakan dalam suatu koefisien
inteligensi Intelligence Quotient(IQ).
Apakah hanya kecerdasan (yang diukur dengan
tes intelegensi dan menghasilkan IQ) yang menentukan keberbakatan seseorang ?
barangkali untuk bakat intelektual masih tepat jika IQ menjadi kriteria
(patokan) utama, tetapi belum tentu untuk bakat seni, bakat kreatif-produktif,
dan bakat kepemimpinan. Memang dulu para ahli cenderung untuk mengidentifikasi
bakat intelektual berdasarkan tes intelegensi semata-mata, dalam penelitian
jangka panjangnya mengenai keberbakatan menetapkan IQ 140 untuk membedakan
antara yang berbakat dan tidak. Akan tetapi, akhir-akhir ini para ahli makin
menyadari bahwa keberbakatan adalah sesuatu yang majemuk, artinya meliputi
macam-macam ranah atau aspek, tidutak hanya kecerdasan.
Intelegensi dan Bakat
Intelegensi merupakan suatu konsep mengenai
kemampuan umum individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam
kemampuan yang umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat spesifik.
Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini memberikan pada individu suatu kondisi
yang memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau ketrampilan tertentu
setelah melalui suatu latihan. Inilah yang disebut Bakat atau Aptitude. Karena
suatu tes inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap kemampuan-kemampuan
khusus ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui lewat tes inteligensi.
Keberbakatan dan Anak Berbakat Renzulli,
dkk.(1981) dari hasil-hasil penelitiannya menarik kesimpulan bahwa yang
menentukan keberbakatan seseorang adalah pada hakekatnya tiga kelompok
(cluster) ciri-ciri, yaitu : kemampuan di atas rata-rata, kreativitas,
pengikatan diri (tangung jawab terhadap tugas). Seseorang yang berbakat adalah
seseorang yang memiliki ketiga ciri tersebut. Masing-masing ciri mempunyai
peran yang sama-sama menentukan. Seseorang dapat dikatakan mempunyai bakat
intelegtual, apabila ia mempunyai intelegensi tinggi atau kemampuan di atas
rata-rata dalam bidang intelektual yang antara lain mempunyai daya abstraksi,
kemampuan penalaran, dan kemampuan memecahkan masalah). Akan tetapi, kecerdasan
yang cukup tinggi belum menjamin keberbakatan seseorang. Kreatifitas sebagai
kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk
memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah
atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur
yang sudah ada sebelumnya, adalah sama pentingnya. Demikian juga berlaku bagi
pengikatan diri terhadap tugas yang mendorong seseorang untuk tekun dan ulet
meskipun mengalami macam-macam rintangan dan hambatan, melakukan dan
menyelesaikan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya, karena ia telah
mengikatnya diri terhadap tugas tersebut atas kehendaknya sendiri.
Adapun yang dimaksud dengan anak berbakat
adalah mereka yang karena memiliki kemampuan-kemampuan yang unggul dan mampu
memberikan prestasi yang tinggi. Anak-anak ini membutuhkan program pendidikan
yang berdeferensiasi atau pelayanan yang di luar jangkauan program sekolah
biasa, agar dapat mewujudkan bakat-bakat mereka secara optimal, baik bagi
pengembangan diri maupun untuk dapat memberikan sumbangan yang bermakna bagi kemajuan
masyarakat dan negara. Bakat-bakat tersebut baik sebagai potensi maupun yang
sudah terwujud meliputi :kemampuan intelektual umum, kemampuan berpikir
kreatif-produktif, kemampuan dalam salah satu bidang seni, kemampuan
psikomotor, kemampuan psikososial seperti bakat kepemimpinan. Keberbakatan itu
meliputi bermacam-macam bidang, namun biasanya seseorang mempunyai bakat
istimewa dalam salah satu bidang saja. Dan tidak pada semua bidang. Misalnya :
Si A menonjol dalam matematika, tetapi tidak dalam bidang seni. Si B
menunjukkan kemapuan memimpin, tetapi prestasi akademiknya tidak terlalu
menonjol. Hal ini kadang-kadang dilupakan oleh pendidik. Mereka menganggap
bahwa seseorang telah diidentifikasi sebagai berbakat harus menonjol dalam
semua bidang. Selanjutnya perumusan tersebut menekankan bahwa anak berbakat
mampu memberikan prestasi yang tinggi. Mampu belum tentu terwujud. Contoh Ada
anak-anak yang sudah dapat mewujudkan bakat mereka yang unggul, tetapi ada pula
yang belum. Bakat memerlukan pendidikan dalam latihan agar dapat terampil dalam
restasi yang unggul.
Inteligensi dan Kreativitas
Kreativitas merupakan salah satu ciri dari
perilaku yang inteligen karena kreativitas juga merupakan manifestasi dari
suatu proses kognitif. Meskipun demikian, hubungan antara kreativitas dan
inteligensi tidak selalu menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan. Walau ada
anggapan bahwa kreativitas mempunyai hubungan yang bersifat kurva linear dengan
inteligensi, tapi bukti-bukti yang diperoleh dari berbagai penelitian tidak
mendukung hal itu. Skor IQ yang rendah memang diikuti oleh tingkat kreativitas
yang rendah pula. Namun semakin tinggi skor IQ, tidak selalu diikuti tingkat
kreativitas yang tinggi pula. Sampai pada skor IQ tertentu, masih terdapat
korelasi yang cukup berarti. Tetapi lebih tinggi lagi, ternyata tidak ditemukan
adanya hubungan antara IQ dengan tingkat kreativitas.
Sedangkan menurut Guildford (1974),
kepribadian yang kreatif adalah:
1.
Fluency yaitu kemampuan dan kelancaran untuk menghasilkan banyak gagasan
2.
Flexibility. Kemampuan untuk menggunakan bermacam-macam pendekatan untuk
mengatasi permasalahan
3.
Originality. Kemampuan untuk menyampaikan gagasan yang asli
4.
Elaboration. Kemampuan melakukan hal2 lebih terperinci
5.
Redefenition. Kemampuan untuk melihat hal-hal yang di luar batas orang lain.
Konsep Multiple Intelegency
Konsep Multiple Intelegensi (MI), menurut
Gardner (1983) dalam bukunya Frame of Mind: The Theory of Multiple
intelegences, ada delapan jenis kecerdasan yang dimiliki setiap individu yaitu
linguistik, matematis-logis, spasial, kinestetik-jasmani, musikal,
interpersonal, intrapersonal, dan naturalis. Melalui delapan jenis kecerdasan
ini, setiap individu mengakses informasi yang akan masuk ke dalam dirinya.
Karena itu Amstrong (2002) menyebutkan, kecerdasan tersebut merupakan modalitas
untuk melejitkan kemampuan setiap siswa dan menjadikan mereka sebagai sang
juara, karena pada dasarnya setiap anak cerdas. Sebelum menerapkan MI sebagai
suatu strategi dalam pengembangan potensi seseorang, perlu kita kenali atau
pahami ciri-ciri yang dimiliki seseorang.
1.
Kecerdasan Linguistik, umumnya memiliki ciri antara lain (a) suka menulis
kreatif, (b) suka mengarang kisah khayal atau menceritakan lelucon, (c) sangat
hafal nama, tempat, tanggal atau hal-hal kecil, (d) membaca di waktu senggang,
(e) mengeja kata dengan tepat dan mudah, (f) suka mengisi teka-teki silang, (f)
menikmati dengan cara mendengarkan, (g) unggul dalam mata pelajaran bahasa
(membaca, menulis dan berkomunikasi).
2.
Kecerdasan Matematika-Logis, cirinya antara lain: (a) menghitung problem
aritmatika dengan cepat di luar kepala, (b) suka mengajukan pertanyaan yang
sifatnya analisis, misalnya mengapa hujan turun?, (c) ahli dalam permainan
catur, halma dsb, (d) mampu menjelaskan masalah secara logis, (d) suka
merancang eksperimen untuk membuktikan sesuatu, (e) menghabiskan waktu dengan
permainan logika seperti teka-teki, berprestasi dalam Matematika dan IPA.
3.
Kecerdasan Spasial dicirikan antara lain: (a) memberikan gambaran visual yang
jelas ketika menjelaskan sesuatu, (b) mudah membaca peta atau diagram, (c)
menggambar sosok orang atau benda persis aslinya, (d) senang melihat film,
slide, foto, atau karya seni lainnya, (e) sangat menikmati kegiatan visual, seperti
teka-teki atau sejenisnya, (f) suka melamun dan berfantasi, (g) mencoret-coret
di atas kertas atau buku tugas sekolah, (h) lebih memahamai informasi lewat
gambar daripada kata-kata atau uraian, (i) menonjol dalam mata pelajaran seni.
4.
Kecerdasan Kinestetik-Jasmani, memiliki ciri: (a) banyak bergerak ketika duduk
atau mendengarkan sesuatu, (b) aktif dalam kegiatan fisik seperti berenang,
bersepeda, hiking atau skateboard, (c) perlu menyentuh sesuatu yang sedang
dipelajarinya, (d) menikmati kegiatan melompat, lari, gulat atau kegiatan fisik
lainnya, (e) memperlihatkan keterampilan dalam bidang kerajinan tangan seperti
mengukir, menjahit, memahat, (f) pandai menirukan gerakan, kebiasaan atau
prilaku orang lain, (g) bereaksi secara fisik terhadap jawaban masalah yang
dihadapinya, (h) suka membongkar berbagai benda kemudian menyusunnya lagi, (i)
berprestasi dalam mata pelajaran olahraga dan yang bersifat kompetitif.
5.
Kecerdasan Musikal memiliki ciri antara lain: (a) suka memainkan alat musik di
rumah atau di sekolah, (b) mudah mengingat melodi suatu lagu, (c) lebih bisa
belajar dengan iringan musik, (d) bernyanyi atau bersenandung untuk diri
sendiri atau orang lain, (e) mudah mengikuti irama musik, (f) mempunyai suara
bagus untuk bernyanyi, (g) berprestasi bagus dalam mata pelajaran musik.
6.
Kecerdasan Interpersonal memiliki ciri antara lain: (a) mempunyai banyak teman,
(b) suka bersosialisasi di sekolah atau di lingkungan tempat tinggalnya, (c)
banyak terlibat dalam kegiatan kelompok di luar jam sekolah, (d) berperan
sebagai penengah ketika terjadi konflik antartemannya, (e) berempati besar
terhadap perasaan atau penderitaan orang lain, (f) sangat menikmati pekerjaan
mengajari orang lain, (g) berbakat menjadi pemimpin dan berperestasi dalam mata
pelajaran ilmu sosial.
7.
Kecerdasan Intrapersonal memiliki ciri antara lain: (a) memperlihatkan sikap
independen dan kemauan kuat, (b) bekerja atau belajar dengan baik seorang diri,
(c) memiliki rasa percaya diri yang tinggi, (d) banyak belajar dari kesalahan
masa lalu, (e) berpikir fokus dan terarah pada pencapaian tujuan, (f) banyak
terlibat dalam hobi atau proyek yang dikerjakan sendiri.
8.
Kecerdasan Naturalis, memiliki ciri antara lain: (a) suka dan akrab pada
berbagai hewan peliharaan, (b) sangat menikmati berjalan-jalan di alam terbuka,
(c) suka berkebun atau dekat dengan taman dan memelihara binatang, (d)
menghabiskan waktu di dekat akuarium atau sistem kehidupan alam, (e) suka
membawa pulang serangga, daun bunga atau benda alam lainnya, (f) berprestasi
dalam mata pelajaran IPA, Biologi, dan lingkungan hidup.