A.
Pendahuluan
Secara etimologi kurikulum berasal kata curese atau currerre yang berarti jumlah yang ditempuh. Dalam bahasa latin
kurikulum berarti berlari cepat. Kurikulum adalah kegiatan belajar mengajar
yang mencakup di dalam maupun di luar kelas.
Kementerian Pendidikan Republik
Indonesia mengharapkan lembaga pendidikan di Indonesia mampu
mengimplementasikan kurikulum terbaru ini karena kurikulum ini merupakan
penyempurna dari kurikulum-kurikulum sebelumnya, meskipun tidak di pungkiri
akan muncul kembali kurikulum-kurikulum terbaru.
Kurikulum ini dinamakan kurikulum 2013
yang mana proses pembelajarannya menekankan keterlibatan siswa dalam proses
belajar secara aktif sehingga siswa memperoleh pengalaman langsung dan terlatih
untuk menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya.
Perubahan Kurikulum ini sudah
merupakan ritual (government orders not educational order) sistem
Pendidikan Indonesia. Belum sampai tuntas kurikulum satu di implementasikan,
sudah harus diganti dengan kurikulum yang baru.
Latar
belakang pentingnya penerapan kurikulum 2013, antaralain akhlak generasi muda
yang semakin brutal: tidak jujur, tidak disiplin, kecenderungan menyelesaikan
persoalan dengan kekerasan dan kasus pemaksaan kehendak yang mulai sering
tampak di Indonesia. Disamping isu moral, juga dikemukakan isu ekonomi, yaitu
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan ketahanan pangan Indonesia.
Sebenarnya ada yang lebih penting dari semua itu, yaitu demografi-jumlah
penduduk yang meledak harus bisa terserap pasar, menurut mendikbud dulu, Moh.
Nuh.
Dalam kurikulum 2013, pelajaran IPA
diajarkan integrative science studies
yang berorientasi aplikatif,
mengembangkan kemampuan berfikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu,
mengembangkan sikap peduli dan bertanggung jawab pada lingkungan alam. Pada
pelajaran bahasa Inggris untuk SD dihapus. Teknologi informasi dan
Komunikasi di jenjang SMP dan SMA dihapus. Menurut Staf Ahli Kemendikbud
Prof. Dr. Kacung Marijan, Indonesia mengalami masalah pendidikan yang kompleks.
Selain angka putus sekolah, pendidikan di Indonesia juga menghadapi berbagai
masalah lain. Masalah utama pendidikan di Indonesia adalah kualitas guru yang
masih rendah, kualitas kurikulum yang belum standar, dan kualitas infrastruktur
yang belum memadai.
Dari dulu hingga sekarang masalah
infrastruktur pendidikan menjadi momok tersendiri bagi pendidikan di Indonesia.
Hal ini dikarenakan masih banyaknya sekolah-sekolah yang belum dan lambat menerima
bantuan untuk perbaikan dan pembangunan sekolah yang rusak atau tidak layak
yang tak kunjung selesai. Apalagi bantuan perangkat pendukung pembelajaran
seperti alat peraga, alat-alat laboratorium, perangkat IT dan sebagainya masih
tidak merata bahkan untuk pendidikan dasar (baca SD) sepertinya ‘dianak
tirikan’ padahal keberhasilan pendidikan di tingkat dasar merupakan penentu
pendidikan tingkat selanjutnya.
Berdasarkan data Kemendiknas, saat ini
Indonesia memiliki 899.016 ruang kelas SD namun sebanyak 293.098 (32,6%) dalam
kondisi rusak. Sementara pada tingkat SMP, saat ini Indonesia memiliki 298.268
ruang kelas namun ruang kelas dalam kondisi rusak mencapai 125.320 (42%). Dari
segi kualifikasi pendidikan, dari 2,92 juta guru baru sekitar 51% yang
berpendidikan S-1 atau lebih, sisanya belum berpendidikan S-1. Begitu juga dari
persyaratan sertifikasi, hanya 2,06 juta guru atau sekitar 70,5% guru yang
memenuhi syarat sertifikasi sedangkan 861.670 guru lainnya belum memenuhi
syarat sertifikasi.
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan,
Indonesia tidak cukup hanya dengan mengubah kurikulum itu sendiri. Sebagus
apapun kurikulum yang akan diterapkan, jika tidak diimbangi dengan infrastuktur
yang memadai, kualitas pengajar yang baik, dan akses pendidikan yang mudah bagi
semua kalangan, maka kualitas pendidikan Indonesia tidak akan mengalami
perubahan.
1. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran diartikan
sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang
merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih
sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari
metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari
pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1)
pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student
centered approach), dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau
berpusat pada guru (teacher centered approach).
Dari pendekatan
pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi
pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003)
mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :
1.
Mengidentifikasi
dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target)
yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang
memerlukannya.
2.
Mempertimbangkan
dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk
mencapai sasaran.
3.
Mempertimbangkan
dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal
sampai dengan sasaran.
4.
Mempertimbangkan
dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk
mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita
terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
1.
Menetapkan
spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku
dan pribadi peserta didik.
2.
Mempertimbangkan
dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
3.
Mempertimbangkan
dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
4.
Menetapkan
norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku
keberhasilan.
2.
Strategi Pembelajaran
Kemp (Wina Senjaya, 2008)
mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran
yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai
secara efektif dan efisien. Selanjutnya, J. R David, Wina Senjaya (2008)
menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan.
Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang
keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran.
Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian
pula, yaitu exposition-discovery learning dan group-individual
learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian
dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi
pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.
3. Metode Pembelajaran
Strategi
pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya
digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Strategi merupakan “a
plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in
achieving something” (Wina Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran dapat
diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang
sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran (http://soalpendidikan.blogspot.com)
yang dapat digunakan untuk
mengimplementasikan strategi pembelajaran.
B. Pembelajaran
Saintifik
1. Pengertian
Pembelajaran saintifik
¨
Pembelajaran saintifik merupakan
pembelajaran уаnɡ mengadopsi langkah-langkah saintis ԁаƖаm membangun
pengetahuan melalui metode ilmiah. Develop
pembelajaran уаnɡ diperlukan аԁаƖаh уаnɡ memungkinkan terbudayakannya kecakapan
berpikir sains, terkembangkannya “implication οf investigation” ԁаn kemampuan
berpikir kreatif siswa (Alfred De Vito,
1989)
¨
Untυk memperkuat pendekatan ilmiah (methodical), tematik terpadu (tematik
antar mata pelajaran), ԁаn tematik (ԁаƖаm suatu mata pelajaran) perlu
diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/investigation culture). Untυk mendorong kemampuan peserta
didik υntυk menghasilkan karya kontekstual, bаіk hаνе fun maupun kelompok maka ѕаnɡаt disarankan menggunakan
pendekatan pembelajaran уаnɡ menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (machinate based culture). (Permendikbud
Thumbs down 65/2013).
2. Langkah
Pembelajaran Saintifik
-
Mengamati
-
Menanya
-
Mencoba
-
Menalar
-
Menjaring
3. Kegiatan aktivitas
belajar
-
mengamati
(observing)
-
melihat,
mengamati, membaca, mendengar, menyimak (tanpa ԁаn ԁеnɡаn alat)
-
menanya
(questioning)
-
mengajukan
pertanyaan ԁаrі уаnɡ faktual ѕаmраі kе уаnɡ bersiat hipotesis
-
diawali
ԁеnɡаn bimbingan intellectual ѕаmраі ԁеnɡаn mandiri (menjadi suatu kebiasaan)
-
pengumpulan
fakta (experimenting)
-
menentukan
fakta уаnɡ diperlukan ԁаrі pertanyaan уаnɡ diajukan
-
menentukan
sumber fakta (benda, dokumen, buku, ekperimen)
-
mengumpulkan
fakta
-
mengasosiasi
(associating)
-
menganalisis
fakta ԁаƖаm bentuk mеmbυаt kategori, menentukan hubungan fakta dan kategori
-
menyimpulkan
ԁаrі hasil analisis fakta dimulai ԁаrі shapeless – uni organize - multi
organize - complicated organize
-
mengkomunikasikan
(communicating)
-
menyampaikan
hasil konseptualisasi ԁаƖаm bentuk lisan, tulisan, diagram, bagan, gambar atau
media lainnya
Manfaat pembelajaran tematik diantaranya
:
1.
Menggabungkan
beberapa kompetensi dasar, indikator, dan isi mata pelajaran karena tumpang
tindih materi (padahal selama ini guru tidak merasa menyampaikan materi tumpang
tindih dan berulang antara mapel yang satu dengan lainnya) dapat dikurangi
bahkan dihilangkan,
2.
Isi
dan materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat,
3.
Pembelajaran
menjadi utuh karena siswa akan mendapat proses/materi yang tidak
terpecah-pecah.
4.
Dengan
adanya pemaduan antar mata pelajaran maka penguasaan konsep akan semakin baik
dan meningkat.
Kekurangan
pembelajaran tematik (melalui Kurikulum 2013) diantaranya :
1.
Guru
dituntut memiliki keterampilan yang tinggi padahal tidak semua guru memiliki
keterampilan seperti yang diharapkan,
2.
Tidak
setiap guru mampu mengintegrasikan kurikulum dengan konsep-konsep yang ada pada
mata pelajaran secara tepat. Tetapi itu semua sudah menjadi konsekuensi bagi
seorang pendidik yang harus selalu memperbaharui tata cara dalam penyampaikan
materi kepada siswa.
3.
Tema
tidak mewakili seluruh segi kehidupan yang ada.
4.
Kaburnya
ciri khas disiplin ilmu.
5.
Sangat
menyita waktu guru untuk menyiapkan materi
6.
Negara
(pemerintah) belum siap untuk memfasilitasi perangkat-perangkat pendukung
tercapainya tujuan pembelajaran yang diinginkannya.
7.
Men’tabu’kan
hafalan, sedangkan bagaimana kita dapat mengetahui, mengingat, mengerti,
memahami, mengulang, dan menerapkan bila kita tidak ingat sesuatu ?
@ raka
(disarikan dari berbagai sumber )