PENGERTIAN SATANISME - Semua Tentang Islam
Assalammua'laikum Warahmatullahi Wabarakatuh...
Kaum Satanis, yakni para pengikut ajaran setanisme, sudah ada dan
melaksanakan kegiatan keji mereka di setiap tahap sejarah dan dalam
setiap peradaban, dari Mesir kuno sampai Yunani kuno, serta sejak Abad
Pertengahan sampai hari ini. Di antara abad ke-14 dan ke-16, para tukang
sihir dan orang yang menolak agama sama-sama memuja setan. Setelah
tahun 1880-an, di Prancis, Inggris, Jerman, dan sekaligus di berbagai
negara lain di Eropa dan Amerika, Setanisme diatur dalam perkumpulan dan
tersebar di kalangan orang yang mencari keyakinan dan agama lain.
Penyembahan setan terus berlanjut sejak abad ke-19, mula-mula sebagai
Setanisme tradisional, lalu dalam aliran sesat yang lebih kecil yang
merupakan pecahannya. Upacara kejam yang dilakukan oleh tukang sihir dan
orang-orang tak bertuhan, pengorbanan anak dan orang dewasa kepada
setan, perayaan Misa Hitam dan upacara Setanisme tradisional lainnya
telah diwariskan diam-diam secara turun temurun.
Lambang Setanisme tradisional yang terpenting adalah dewa Romawi kuno
Baphomet. Pada waktu itu, Baphomet menjadi lambang bagi orang yang
memuja setan. Para ahli sejarah yang menelusuri asal-usul sosok
berkepala kambing ini telah menemukan beberapa petunjuk penting tentang
kegiatan Setanis. Lambang Setanis terpenting kedua adalah pentagram,
yaitu bintang bersegi lima di dalam lingkaran. Yang menarik, ada dua
perkumpulan rahasia lainnya di samping para Setanis yang menggunakan
Baphomet dan pentagram sebagai lambang. Yang pertama adalah perkumpulan
Kesatria Biara Yerusalem (Knight Templars), yaitu perkumpulan yang
dituduh oleh Gereja Katolik sebagai penyembah setan, dan dibubarkan pada
tahun 1311. Perkumpulan lainnya adalah perkumpulan Mason yang telah
bertahun-tahun lamanya menimbulkan rasa penasaran karena kerahasiaan dan
upacaranya yang aneh.
Banyak ahli sejarah, yang telah menyelidiki masalah itu, percaya bahwa
terdapat hubungan antara Kesatria Biara Yerusalem dengan perkumpulan
Mason. Menurut mereka, kedua kelompok itu saling melanjutkan satu sama
lain. Sesudah Kesatria Biara Yerusalem dilarang oleh Gereja, perkumpulan
itu melanjutkan keberadaannya secara rahasia dan akhirnya berubah
menjadi paham Mason. Yang pasti tentang Freemasonry adalah, perkumpulan
ini bersifat amat rahasia, punya susunan organisasi, dengan anggota di
seluruh pelosok dunia. Uraian yang diberikan para ahli seperti Leo
Taxil, yang pernah menjadi seorang Mason, namun telah keluar dari
perkumpulan itu, mengatakan bahwa para Mason amat menghormati Baphomet
dan melangsungkan upacara yang menyerupai tata-cara penyembahan setan.
Kenyataan lain yang menimbulkan kecurigaan adalah bahwa banyak pengikut
Setanisme yang kemudian menjadi anggota organisasi Masonis.
Kini, Setanisme telah meninggalkan upacara dan markasnya yang rahasia
itu, untuk keluar ke jalan-jalan. Para Setanis bergiat di setiap negara
untuk menyebarkan ajarannya dengan gigih dalam buku-buku, terbitan
berkala, dan terutama di Internet dalam usaha mereka menarik anggota.
Tak peduli di negara mana pun mereka berada, para Setanis menampilkan
citra yang sama. Cara berpakaian, tata cara penyembahan, kesamaan surat
yang mereka tinggalkan sebelum melakukan bunuh diri dan ciri lainnya
menunjukkan bahwa Setanisme bukanlah gerakan biasa yang dipenuhi para
penganggur, melainkan sebuah organisasi yang sengaja bersandar pada
landasan pemikiran.
Setanisme dan Materialisme
Suatu ciri kaum Setanis masa kini adalah, mereka semua atHeis (tidak
mengakui Tuhan). Mereka juga sekaligus kaum materialis, artinya, mereka
hanya percaya kepada keberadaan benda belaka. Mereka mengingkari adanya
Tuhan dan semua makhluk gaib. Oleh karena itu, kaum Setanis tidak
percaya kepada setan sebagai makhluk yang nyata. Meskipun disebut
sebagai penyembah setan, mereka tidak mengakui adanya setan. Bagi kaum
Setanis, setan hanyalah lambang yang menyatakan permusuhan mereka
terhadap agama dan kekerasan hati mereka. Dalam sebuah tulisan yang
berjudul "Pengantar Setanisme" yang diterbitkan Gereja Setan, dinyatakan
bahwa para Setanis sebenarnya adalah ateis:
Setanisme adalah sebuah agama yang tak mengenal Tuhan dan menganut paham
tidak ada yang perlu ditakuti selain akibat tindakan kita. Kaum Setanis
tidak percaya adanya Allah, malaikat, surga atau neraka, iblis, setan,
ruh jahat, ruh baik, peri, atau makhluk gaib yang jahat. ...Setanisme
bersifat ateis ...Otodeis: kami menyembah diri kami sendiri.
...Setanisme adalah materialis ... Setanisme adalah lawan agama. (Vexen
Crabtree, "A Description of Satanisme")
Singkatnya, ini adalah hasil filsafat kebendaan dan tak mengenal Tuhan
yang telah tersebar sejak abad ke-19. Seperti filsafat ini, Setanisme
menyandarkan diri pada teori yang dianggap ilmiah: Teori Evolusi Darwin.
(harunyahya) KKSK 4 ever...
Musik dan Film Satanisme.
Satanisme muncul dalam banyak hal salah satunya adalah film dan musik.
Banyak film yang menceritakan dengan terbuka idiom satanisme serta kisah
kuasa gelap (dark forces). Film populer seperti : Friday The 13th, The
Crow, Devils Advocate, Interview With The Vampire, bahkan serial The
X-Files mengandung alur cerita dimana setan, satanisme atau black magic
menjadi bagian penting dari film. Konon tahun 1968, Anton Szandor La Vey
pernah menjadi penasehat teknis sekaligus pemeran film Rosemarys Baby,
film Omen 1976 disebut telah mempopulerkan satanisme.
Dalam musik ada banyak sekali contoh musik yang berisi satanisme, contoh :
* Lagu dari Ozzy Osbourne "Anggur baik tapi Wiski lebih cepat, bunuh dirilah satu-satunya jalan keluar"
* Lagu dari David Bowie (majalah Rolling Stone) mengatakan Rock akan selalu menjadi musik setan
* Lagu dari Stairway to Heaven jika di putar terbalik akan memunculkan syair pemujaan setan.
* Lagu dari Metallica dalam The Prince melantunkan Bida.dari dari bawah, Aku ingin menjual jiwaku. Setan ambil jiwaku.
* Pink Floyd menulis lagu Lucifer Sam dengan lirik : Lucifer Sam selalu duduk di sisimu..selalu dekat denganmu.
* Thn 1992, Red Hot Chilli Peppers saat penerimaan anugreah MTV Awards
berucap. Pertama-tama kami ingin berterima kasih pada Setan.
* Marilyin Manson, salah satu umat GS pada majalah Spin edisi Agustus
1996. Saya berharap dikenang sebagai sosok yang mengakhiri sejarah
Kekristenan, Manson tak ragu merobek Injil dan meneriakkan penghinaan
terhadap Yesus Kristus.
Di Indonesia : - Group Black Metal (4 tahunlalu) Sebelum naik panggung,
mereka menyembelih marmut hidup dan meminum darahnya, kadang mereka
membawa salib terbalik ke atas panggung.
Lihat pula Musik Underground
Satanisme atau Kebodohan?
Benarkah mereka menggotong aliran musik pemuja setan? Kehidupan
sehari-hari mereka ternyata tidak seseram yang dibayangkan. Namun, ada
hal-hal yang kontradiktif.
Musik underground tak pelak telah memberikan nuansa tersendiri dalam
dunia musik Indonesia sepanjang tahun 1997. Kendatipun, sesuai dengan
sebutannya, aliran ini bergerak 'di bawah tanah' dan cenderung beredar
'hanya untuk kalangan sendiri', pengaruhnya diperkirakan akan kian
meluas, khususnya di kalangan kaum muda.
Meluasnya pengaruh ini sebagian didukung oleh kian gencarnya pentas
musik underground. Salah satu pemrakarsanya, Dewo, seorang entertainer
dan MC kondang, mengungkapkan, "Saya melihat, anak-anak underground ini
akan dianaktirikan oleh beberapa kalangan, sehingga belum pernah digelar
secara terbuka. Lalu, saya punya ide, bagaimana kalau dibuat pagelaran,
melihat musik ini juga bisa berkembang seperti grup-grup mayor label."
Pentas underground telah digelar di sejumlah kota seperti Jakarta, Yogyakarta, Purwokerto, Malang, Surabaya dan Denpasar.
Awal tahun 1998, 13 grup musik underground bergabung meluncurkan album
rekaman (Kedaulatan Rakyat, 11/1). Album ini akan diedarkan kepada
masyarakat luas.
Satanisme?
Sejauh ini, pemunculan aliran musik ini cukup mengundang kontroversi dan
perdebatan. Tabloid Adil sempat menurunkan laporan utama mengenai
aliran ini, bertitel "Bangkitnya Kelompok Pemuja Setan" (16/4/1997).
Beberapa orang tua mengaku cemas mengamati anak mereka suka
menyebut-nyebut Lucifer dan memasang atribut-atribut underground di
kamarnya.
Personil dan fans aliran musik ini dapat dikenal melalui kostum
kebesaran hitam-hitam (belakangan bermunculan pula corak warna lain)
dengan hiasan nama dan lambang-lambang grup metal. Khusus para penggemar
black metal, mereka suka mengenakan masker bermotifkan wajah setan.
Sangkakala berkesempatan melihat aksi mereka dari dekat ketika
menyaksikan pentas "Benteng Bawah Tanah" di Yogyakarta, Minggu (7/12).
Mereka berpolah mulai dari memutar-mutar kepala (head bang), melompat
dari panggung ke tengah kerumunan penonton, saling membenturkan badan,
menjerit histeris, membakar dupa dan menaburkan bunga hingga menggotong
tengkorak binatang. Seorang penonton bahkan sempat meloncat ke atas
panggung untuk mempertunjukkan aksi menggigit ular.
Selain itu, juga disajikan kostum-kostum khas yang antara lain
menampilkan gambar Yesus disalib dengan isi perut terburai keluar, setan
kembar dipaku pada kayu salib, jubah kepala kambing dan pentagram,
hingga gambar gadis telanjang dada dengan tubuh berdarah bekas tikaman
pisau atau gigitan. Sejumlah penonton menggoreskan gambar salib terbalik
di dahinya.
Benarkah mereka pemuja setan? Sulit memang untuk melacaknya. Penggemar aliran ini jelas-jelas menolak anggapan tersebut.
Ketika menjumpai mereka di luar panggung, Sangkakala melihat kehidupan
mereka tidak seseram yang dibayangkan. Solidaritas dan jaringan
komunikasi di antara sesama undergrounder (sebutan bagi penggandrung
aliran ini) justru terlihat kuat. Tak jarang mereka melakukan koordinasi
antarkota, gotong-royong dan urunan untuk membayar pentas, mengingat
masih langka pihak sponsor yang bersedia menyuntikkan dana.
Aliran ini muncul lebih sebagai protes terhadap aliran mainstream atau
grup-grup mayor label. Mereka menganggap grup-grup itu menarik
keuntungan komersial dengan bermain musik secara gampangan.
Grup-grup underground di Barat memang ada yang terang-terangan mengaku
sebagai pemuja setan. "Tapi kalau di Indonesia, terlahir karena ingin
berekspresi," kata Eko dari Mortal Scream.
Mereka juga menyadari keberadaannya di tengah budaya Timur, "Jadi kita
cenderung mengambil aksi panggungnya saja, sekadar sensasi," tutur Eko
lebih lanjut.
Penontonlah, konon, yang justru tidak tahu diri. "Penonton yang cuma
ikut-ikutan, yang disebut abal-abal itu, yang sering keterlaluan. Nggak
'ngerti apa-apa sudah 'ngaku satanis," jelas Eko.
Dewo ikut menambahkan, undergrounders yang dikenalnya "kebanyakan
orang-orangnya humanis sekali dan peka terhadap sekelilingnya".
Kepekaan inilah yang selanjutnya dituangkan melalui lirik-lirik lagu
mereka, yang rata-rata bercerita tentang kebencian, pemberontakan,
kematian dan bahkan kekuasaan setan di dunia.
"Musisi brutal death metal biasanya menggotong tema-tema kematian," kata Pandu, vokalis Ruction.
"Ruction sendiri banyak mengambil tema-tema sosial seperti kemunafikan
serta kesadisan manusia. Misalnya, tentang pembunuhan: kita menculik
orang, lalu menyiksanya untuk kepuasan diri sendiri." Pandu mengaku
mengambil kisah nyata dari koran, seperti kasus ibu yang membunuh dan
memotong-motong anaknya, dan dari buku-buku perang.
Gendon, vokalis dan penulis lirik Mortal Scream, mengungkapkan hal
senada. "Biasanya kita mengambil masalah kemanusiaan. Maksudnya, sisi
buruk manusia itu sendiri, seperti 'nggak punya moral, pemerkosa,
penghujat," ujarnya.
Kekuatan Musik
Bila dicermati, ada hal-hal yang kontradiktif dalam pernyataan para undergrounders tadi.
Pernyataan tentang aksi panggung tadi, misalnya. Mungkinkah kita hanya
mengambil aksi panggung suatu grup musik dengan mengesampingkan
nilai-nilai yang ditawarkannya?
Musikolog Inggris, David Tame, dalam buku The Secret Power of Music
menulis, "Moralitas sang musisi sangat menentukan... musik pasti selalu
memiliki efek moral. Entah secara terang-terangan atau secara tidak
kentara dikomunikasikan dari alam bawah sadar, melalui penampilannya
seorang musisi selalu mengekspresikan keharmonisan atau
ketidakkeharmonisan psikologis yang terjadi di dalam batin mereka."
Di bagian lain David Tame menulis, "Adapun yang paling menentukan sifat
karya musik apa pun adalah keadaan mental dan emosional komposer atau
musisinya. Esensi keadaan mental dan emosional itulah yang masuk ke
dalam diri kita dengan kemampuan untuk membentuk dan mengubah kesadaran
kita menjadi serupa dengan keadaan musisi tersebut." Melalui musik,
nilai-nilai yang dianut sang musisi pun terserap ke dalam diri
penyimaknya.
Jimmi Hendrix, idola musik rock akhir tahun 1960-an, menuturkan, "Musik
pada hakikatnya bersifat rohani. Anda dapat menghipnotis dengan musik,
dan sewaktu orang mencapai titik kesadaran terlemah, Anda dapat
mengkhotbahkan apa saja yang Anda inginkan ke dalam alam bawah sadar
mereka."
Bisa "Bersih"
Gambaran mereka tentang satanisme juga telihat baru menyentuh bagian permukaan.
Satanisme memang tidak selalu "seseram" yang kita bayangkan. Dengan kata
lain, ritusnya tidak selalu melibatkan korban berdarah, baik dari
binatang maupun manusia. Tidak pula selalu melibatkan penganiayaan
seksual. Tidak. Satanisme bisa tampil "bersih".
Anton Szandor LaVey, pendiri gereja setan yang baru saja meninggal,
mengungkapkan hakikat satanisme sebagai kesadaran bahwa kita adalah ilah
bagi diri kita sendiri. Kita memiliki wewenang mutlak untuk menentukan
dan melakukan apa yang kita sukai. Seperti dikatakan dalam Kitab Satan
4:3, "Katakanlah pada hatimu sendiri, 'Aku adalah penebus diriku
sendiri'".
Dengan demikian, dalam satanisme sebenarnya orang tidak menyembah Satan
(Iblis), melainkan menyembah dirinya sendiri! Meminjam kata-kata Billy
Idol (musisi rock tahun 198-an), satanisme adalah "menari dengan diri
sendiri."
Dari satanisme inilah bersumber gelombang individualisme, relativisme, humanisme, materialisme, hingga fatalisme.
Kontras dengan perintah utama Yesus Kristus, agar kita mengasihi Allah
dan sesama, satanisme mendengungkan: "Lakukan urusanmu sendiri"'
"Kebenaran itu subjektif; tidak ada standar moral yang mutlak", "Kalau
kau suka, lakukan saja; terserah kamu." Beribadah pun, bila itu
dilakukan menurut "kebenaran sendiri", justru merupakan saatanisme
terselubung.
Yang "bersih" ini, dengan demikian, justru jauh lebih berbahaya. Kenapa?
Karena jauh lebih menyesatkan, sengatnya jauh lebih mematikan. Firman
Tuhan memperingatkan, agar kita waspada terhadap Iblis yang "menyamar
sebagai malaikat Terang" (2 Korintus 11:4).
Meretas Mediokritas
Dalam Alkitab dikatakan, "Kalau orang bijak melihat malapetaka,
bersembunyilah ia, tetapi orang yang tak berpengalaman berjalan terus,
lalu kena celaka" (Amsal 22:3).
Sehubungan dengan fenomena musik underground ini, yang kemudian menjadi
tanda tanya adalah, kenapa genre musik yang menyajikan citra-citra
menyeramkan (grim imajery) lirik-lirik yang menggotong tema-tema
"gelap", dan jelas-jelas berlabel satanisme itu disukai dan diikuti
anak-anak muda?
Bagaimana dengan dalih, bahwa hal itu bisa ditangkal dengan keyakinan
iman dan norma-norma ketimuran yang kita pegang? Adi Prasetyo, misalnya,
menulis di Bernas (4/5/1997), "Menengok liriknya, mungkin lebih
bijaksana jika kita bisa memandangnya hanya semata-mata sebagai lirik
pelengkap lagu, bukan suatu keyakinan atau ajakan. Dengan menguatkan
iman, mengembangkan kedewasaan dan keluasan berpikir, tentu bisa
mengimbangi pengaruh kekuatan lirik tersebut."
Kalau kita menyadari dahsyatnya kekuatan musik, dapat diajukan
pertanyaaan balik: Dalih tersebut menandakan keteguhan iman, kedewasaan
dan keluasan cara berpikir atau suatu sikap masa bodoh? Firman Tuhan
memperingatkan, "Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri,
hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" (1 Korintus 10:12). John White,
seorang psikolog Kristen, menulis, "Kalau kita merasa sanggup
mengendalikan kejahatan, kita tidak akan pernah berusaha keras untuk
menjauhinya."
George Orwell suatu ketika menggambarkan bagaimana seorang seniman
menghadapi kejenuhan dalam kreativitas. Untuk meretas kungkungan
mediokritas, ia menyisipkan hal-hal yang dianggap bobrok oleh tatanan
budaya dan moral, guna meningkatkan nilai karyanya.
"Selalu sebuah ada jalan keluar: berpalinglah kepada kejahatan.
Lakukanlah hal-hal yang akan mengguncangkan dan melukai orang banyak ...
melemparkan seorang anak kecil dari jembatan, mencambuk seorang dokter
tua - atau, paling tidak, bayangkanlah hal-hal semacam itu," tuturnya.
"Di situlah engkau akan menjumpai jati dirimu."
Tampaknya fenomena inilah yang melatarbelakangi perkembangan dan
penerimaan musik underground. Heru Emka dalam bukunya, Thrash Metal dan
Grindcore sebagai Musik Alternatif, secara tidak langsung memaparkan
adanya dua pemicu.
Secara internal, aliran ini merupakan gerakan perlawanan terhadap
kemapanan budaya rock yang tumpul. Secara eksternal, mereka memberontaki
proses dehumanisasi yang kian meruyak, antara lain dengan makin
mencoloknya alienasi.
Alienasi ini, menurut Melvin Seeman, ditandai dengan kondisi rasa tanpa
daya (powerlesness), ketiadaan makna hidup (meaningless), kehampaan
norma hidup (normless), rasa terkucil (isolation), dan rasa
keterpencilan diri (self-estrangement).
Lebih lanjut Heru Emka mengungkapkan, "Bentuk-bentuk pengucapan seni
modern seperti grindcore [salah satu jenis musik underground - Red.]
memang dimaksudkan sebagai pengejut (shocker) bagi dinamika budaya yang
mati suri."
Adapun George Orwell menyatakan, "Seni mencapai puncak kebobrokannya
ketika keberadaannya dimaksudkan untuk mengguncangkan (to shock)."
Lebih Keras
Fenomena ini dapat dijumpai pada perkenalan anak-anak muda itu dengan musik underground.
"Saya senang thrash metal pas kelas 3 (SMU - Red.)," tutur Gendon. "Saya
senang 'ndengerin musik dari grup-grup seperti Creator, Sepultura,
Metallica, dan kemudian saya mencari yang lebih keras, misalnya
Suffocation. Untuk bisa nangkep lirik-liriknya, kita mesti masuk ke
situ. Kita baca teksnya, ternyata bisa! Lama-lama suka, terus kita
hayati."
Pandu mengungkapkan pengalaman serupa. Berawal dari menyukai Sepultura,
Creator dan Napalm Death, "Saya memilih jalur ini karena bersemangat,
berbobot, dan penuh skill. Kalau saya simpulkan sendiri, brutal death
metal itu seperti main jazz tapi 'ngebut! Fans kami suka musik yang
kencang, aksi panggung dan kaos hitam. Soal lirik nggak selalu mereka
dengar, soalnya kita seperti orang mengerang di panggung."
Adakah kegandrungan kaum muda kita kepada musik underground merupakan
sinyal, bahwa budaya kita tengah bergulir ke tahap yang dimaksudkan
Orwell? Apa yang terjadi sekarang ini seperti sebuah benih. Haruskah
kita menunggu satu dua dasa warsa (atau bahkan lebih cepat) lagi untuk
menuai buahnya, dan kemudian baru menyadari kesalahan yang telah kita
buat hari ini?
Kita bisa terus "menari dengan diri sendiri", terus "... mati karena
pelanggaran dan dosa-dosamu... hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti
jalan dunia ini, karena kamu menaati penguasa kerajaan angkasa
(Satan)... hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging
dan pikiran... yang jahat" (Efesus 2:1-3). Atau, kita bisa mengarahkan
telinga kita kepada musik surga dan membiarkan Tuhan mengajarkan kepada
kita sebuah tarian baru, sebuah cara baru untuk menjalani kehidupan ini.
*** (Berdasarkan laporan wartawan Sangkakala di sejumlah kota).
Sumber:Akhir Zaman