Seratus
Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah
oleh Michael H. Hart
BUDDHA (563 SM - 483 SM)
Gautama
Buddha nama aslinya pangeran Siddhartha pendiri Agama Buddha, salah satu dari
agama terbesar di dunia. Putra raja Kapilavastu, timur laut India. berbatasan
dengan Nepal. Siddhartha sendiri (marga Gautama dari suku Sakya) konon lahir di
Lumbini yang kini termasuk wilayah negara Nepal. Kawin pada umur enam belas
tahun dengan sepupunya yang sebaya. Dibesarkan di dalam istana mewah, pangeran
Siddhartha tak betah dengan hidup enak berleha-leha, dan dirundung rasa tidak
puas yang amat. Dari jendela istana yang gemerlapan dia menjenguk ke luar dan
tampak olehnya orang-orang miskin terkapar di jalan-jalan, makan pagi sore
tidak, atau tidak mampu makan sama sekali. Hari demi hari mengejar kebutuhan
hidup yang tak kunjung terjangkau bagai seikat gandum di gantung di moncong
keledai. Tarolah itu yang gembel. Sedangkan yang berpunya pun sering
kehinggapan rasa tak puas, waswas gelisah, kecewa dan murung karena dihantui
serba penyakit yang setiap waktu menyeretnya ke liang lahat. Siddhartha
berpikir, keadaan ini mesti dirobah. Mesti terwujud makna hidup dalam arti kata
yang sesungguhnya, dan bukan sekedar kesenangan yang bersifat sementara yang
senantiasa dibayangi dengan penderitaan dan kematian.
Tatkala berumur dua puluh sembilan tahun, tak lama
sesudah putra pertamanya lahir, Gautama mengambil keputusan dia mesti
meninggalkan kehidupan istananya dan mengharnbakan diri kepada upaya mencari
kebenaran sejati yang bukan sepuhan. Berpikir bukan sekedar berpikir, melainkan
bertindak. Dengan lenggang kangkung dia tinggalkan istana, tanpa membawa serta
anak-bini, tanpa membawa barang dan harta apa pun, dan menjadi gelandangan
dengan tidak sepeser pun di kantong. Langkah pertama, untuk sementara waktu, dia
menuntut ilmu dari orang-orang bijak yang ada saat itu dan sesudah merasa cukup
mengantongi ilmu pengetahuan, dia sampai pada tingkat kesimpulan pemecahan
masalah ketidakpuasan manusia.
Umum beranggapan, bertapa itu jalan menuju kearifan
sejati. Atas dasar anggapan itu Gautama mencoba menjadi seorang pertapa,
bertahun-tahun puasa serta menahan nafsu sehebat-hebatnya. Akhirnya dia sadar
laku menyiksa diri ujung-ujungnya cuma mengaburkan pikiran, dan bukannya malah
menuntun lebih dekat kepada kebenaran sejati. Pikir punya pikir, dia putuskan
mendingan makan saja seperti layaknya manusia normal dan stop bertapa segala
macam karena perbuatan itu bukan saja tidak ada gunanya melainkan bisa bikin
badan kerempeng, loyo, mata kunang-kunang, ngantuk, linu, bahkan juga mendekati
bego.
Dalam kesendirian yang tenang tenteram dia bergumul
dengan perikehidupan problem manusiawi. Akhirnya pada suatu malam, ketika dia
sedang duduk di bawah sebuah pohon berdaun lebar dan berbuahkan semacarn bentuk
buah pir yang sarat biji segala macam, maka berdatanganlah teka-teki masalah
hidup seakan berjatuhan menimpanya. Semalam suntuk Siddhartha merenung
dalam-dalam dan ketika mentari merekah di ufuk timur dia tersentak dan
berbarengan yakin bahwa terpecahkan sudah persoalan yang rumit dan dia pun
mulai saat itu menyebut dirinya Buddha "orang yang diberi
penerangan."
Pada saat itu umurnya menginjak tiga puluh lima tahun.
Sisa umurnya yang empat puluh lima tahun dipergunakannya berkelana sepanjang
India bagian utara, menyebarkan filosofi barunya di depan khalayak siapa saja
yang sudi mendengarkan. Saat dia wafat, tahun 483 sebelum Masehi, sudah ratusan
ribu pemeluk ajarannya. Meskipun ucapan-ucapannya masih belum ditulis orang
tapi petuah-petuahnya dihafal oleh banyak pengikutnya di luar kepala,
diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya lewat mulut semata.
Pokok ajaran Buddha dapat diringkas di dalam apa yang
menurut istilah penganutnya "Empat kebajikan kebenaran:" pertama,
kehidupan manusia itu pada dasarnya tidak bahagia; kedua, sebab-musabab
ketidakbahagiaan ini adalah memikirkan kepentingan diri sendiri serta
terbelenggu oleh nafsu; ketiga, pemikiran kepentingan diri sendiri dan nafsu
dapat ditekan habis bilamana segala nafsu dan hasrat dapat ditiadakan, dalam
ajaran Buddha disebut nirvana; keempat, menimbang benar, berpikir benar,
berbicara benar, berbuat benar, cari nafkah benar, berusaha benar, mengingat
benar, meditasi benar. Dapat ditarnbahkan Agama Buddha itu terbuka buat siapa
saja, tak peduli dari ras apa pun dia, (ini yang membedakannya dengan Agama
Hindu).
Beberapa saat sesudah Gautama wafat agama baru ini
merambat pelan. Pada abad ke-3 sebelum Masehi, seorang kaisar India yang besar
kuasa bernama Asoka menjadi pemeluk Agama Buddha. Berkat dukungannya,
penyebaran Agama Buddha melesat deras, bukan saja di India tapi juga di Birma.
Dari sini agarna itu menjalar ke seluruh Asia Tenggara, ke Malaysia dan
Indonesia.
Angin penyebaran pengaruh itu bukan cuma bertiup ke
selatan melainkan juga ke utara, menerobos masuk Tibet, ke Afghanistan dan Asia
Tengah. Tidak sampai situ. Dia mengambah Cina dan merenggut pengaruh yang bukan
buatan besarnya dan dari sana menyeberang ke Jepang dan Korea.
Sedangkan di India sendiri agama baru itu mulai
menurun pengaruhnya sesudah sekitar tahun 500 Masehi malahan nyaris punah di
tahun 1200. Sebaliknya di Cina dan di Jepang, Agama Buddha tetap bertahan
sebagai agama pokok. Begitu pula di Tibet dan Asia Tenggara agama itu mengalami
masa jayanya berabad-abad.
Ajaran-ajaran Buddha tidak tertulis hingga
berabad-abad sesudah wafatnya Gautama. Karena itu mudahlah dimaklumi mengapa
Agama itu terpecah-pecah ke dalam pelbagai sekte. Dua cabang besar Agama Buddha
adalah cabang Theravada-pengaruhnya terutama di Asia Tenggara dan menurut
anggapan sebagian besar sarjana-sarjana Barat cabang inilah yang paling
mendekati ajaran-ajaran Buddha yang asli-. Cabang lainnya adalah Mahayana,
bobot pengaruhnya terletak di Tibet, Cina dan juga di Asia Tenggara secara
umum.
Buddha, selaku pendiri salah satu agama terbesar di
dunia, jelas layak menduduki urutan tingkat hampir teratas dalam daftar buku
ini. Karena jumlah pemeluk Agama Buddha tinggal 200 juta dibanding dengan
pemeluk Agama Islam yang 500 juta banyaknya dan satu milyar pemeluk Agama
Nasrani, dengan sendirinya pengaruh Buddha lebih kecil ketimbang Muhammad atau
Isa. Akan tetapi, beda jumlah penganut -jika dijadikan ukuran yang keliwat
ketat- bisa juga menyesatkan. Misalnya, matinya atau merosotnya Agama Buddha di
India bukan merosot sembarang merosot melainkan karena Agama Hindu sudah
menyerap banyak ajaran dan prinsip-prinsip Buddha ke dalam tubuhnya. Di Cina
pun, sejumlah besar penduduk yang tidak lagi terang-terangan menyebut dirinya
penganut Buddha dalam praktek kehidupan sehari-hari sebenarnya amat di
pengaruhi oleh filosofi agama.
Agama Buddha, jauh mengungguli baik Islam maupun
Nasrani, punya anasir pacifis yang amat menonjol. Pandangan yang berpangkal
pada tanpa kekerasan ini memainkan peranan penting dalam sejarah politik
negara-negara berpenganut Buddha.
Banyak orang bilang bila suatu saat kelak Isa turun
kembali ke bumi dia akan melongo kaget melihat segala apa yang dilakukan orang
atas namanya, dan akan cemas atas pertumpahan darah yang terjadi dalam
pertentangan antar sekte yang saling berbeda pendapat yang sama-sama mengaku
jadi pengikutnya. Begitu juga akan terjadi pada diri Buddha. Dia tak bisa tidak
akan ternganga-nganga menyaksikan begitu banyaknya sekte-sekte Agama Buddha
yang bertumbuhan di mana-mana, saling berbeda satu sama lain walau semuanya
mengaku pemeluk Buddha. Narnun, bagaimanapun semrawutnya sekte-sekte yang
saling berbeda itu tidaklah sarnpai menimbulkan perang agama berdarah seperti
terjadi di dunia Kristen Eropa. Dalam hubungan ini, paling sedikit berarti
ajaran Buddha tampak jauh mendalam dihayati oleh pemeluknya ketimbang
ajaran-ajaran Isa dalarn kaitan yang sama.
Buddha dan Kong Hu-Cu kira-kira punya pengaruh
setaraf terhadap dunia. Keduanya hidup di kurun waktu yang hampir bersamaan,
dan jumlah pengikutnya pun tak jauh beda. Pilihan saya menempatkan nama Buddha
lebih dulu daripada Kong Hu-Cu dalam urutan disandarkan atas dua pertimbangan:
pertama, perkembangan Komunisme di Cina nyaris menyapu habis pengaruh Kong Hu
-Cu, sedangkan tampaknya masa depan Buddha masih lebih banyak celah dan
pengaruh ketimbang dalam Kong Hu-Cu; kedua, kegagalan ajaran Kong Hu-Cu
menyebar luas ke luar batas Cina menunjukkan betapa erat taut bertautnya ajaran
Kong Hu-Cu dengan sikap dan tata cara jaman Cina lama. Sebaliknya, ajaran
Buddha tak ada mengandung pernyataan ulangan atau mengunyah-ngunyah filosofi
India terdahulu, dan Agama Buddha menyebar melangkah batas pekarangan negerinya
-India- bersandarkan gagasan tulen Gautama serta jangkauan luas filosofinya.
Seratus
Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah
Michael H. Hart, 1978
Terjemahan H. Mahbub Djunaidi, 1982
PT. Dunia Pustaka Jaya
Jln. Kramat II, No. 31A
Jakarta Pusat
Michael H. Hart, 1978
Terjemahan H. Mahbub Djunaidi, 1982
PT. Dunia Pustaka Jaya
Jln. Kramat II, No. 31A
Jakarta Pusat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar