Translate

Rabu, 05 November 2014

KURIKULUM, PENDEKATAN, STRATEGI, METODE PEMBELAJARAN DAN PEMBELAJARAN SAINTIFIK



A.      Pendahuluan
Secara etimologi kurikulum berasal kata curese atau currerre yang berarti jumlah yang ditempuh. Dalam bahasa latin kurikulum berarti berlari cepat. Kurikulum adalah kegiatan belajar mengajar yang mencakup di dalam maupun di luar kelas.
Kementerian Pendidikan Republik Indonesia mengharapkan lembaga pendidikan di Indonesia mampu mengimplementasikan kurikulum terbaru ini karena kurikulum ini merupakan penyempurna dari kurikulum-kurikulum sebelumnya, meskipun tidak di pungkiri akan muncul kembali kurikulum-kurikulum terbaru.

Kurikulum ini dinamakan kurikulum 2013 yang mana proses pembelajarannya menekankan keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif sehingga siswa memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya.
Perubahan Kurikulum ini sudah  merupakan ritual (government orders not educational order) sistem Pendidikan Indonesia.  Belum sampai tuntas kurikulum satu di implementasikan, sudah harus diganti dengan kurikulum yang baru.

Latar belakang pentingnya penerapan kurikulum 2013, antaralain akhlak generasi muda yang semakin brutal: tidak jujur, tidak disiplin, kecenderungan menyelesaikan persoalan dengan kekerasan dan kasus pemaksaan kehendak yang mulai sering tampak di Indonesia. Disamping isu moral, juga dikemukakan isu ekonomi, yaitu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan ketahanan pangan Indonesia. Sebenarnya ada yang lebih penting dari semua itu, yaitu demografi-jumlah penduduk yang meledak harus bisa terserap pasar, menurut mendikbud dulu, Moh. Nuh.

Dalam kurikulum 2013, pelajaran IPA diajarkan integrative science studies yang berorientasi aplikatif, mengembangkan kemampuan berfikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, mengembangkan sikap peduli dan bertanggung jawab pada lingkungan alam. Pada pelajaran bahasa Inggris untuk SD dihapus.  Teknologi informasi dan Komunikasi di jenjang SMP dan SMA dihapus.  Menurut Staf Ahli Kemendikbud Prof. Dr. Kacung Marijan, Indonesia mengalami masalah pendidikan yang kompleks. Selain angka putus sekolah, pendidikan di Indonesia juga menghadapi berbagai masalah lain. Masalah utama pendidikan di Indonesia adalah kualitas guru yang masih rendah, kualitas kurikulum yang belum standar, dan kualitas infrastruktur yang belum memadai.

Dari dulu hingga sekarang masalah infrastruktur pendidikan menjadi momok tersendiri bagi pendidikan di Indonesia. Hal ini dikarenakan masih banyaknya sekolah-sekolah yang belum dan lambat menerima bantuan untuk perbaikan dan pembangunan sekolah yang rusak atau tidak layak yang tak kunjung selesai. Apalagi bantuan perangkat pendukung pembelajaran seperti alat peraga, alat-alat laboratorium, perangkat IT dan sebagainya masih tidak merata bahkan untuk pendidikan dasar (baca SD) sepertinya ‘dianak tirikan’ padahal keberhasilan pendidikan di tingkat dasar merupakan penentu pendidikan tingkat selanjutnya.

Berdasarkan data Kemendiknas, saat ini Indonesia memiliki 899.016 ruang kelas SD namun sebanyak 293.098 (32,6%) dalam kondisi rusak. Sementara pada tingkat SMP, saat ini Indonesia memiliki 298.268 ruang kelas namun ruang kelas dalam kondisi rusak mencapai 125.320 (42%). Dari segi kualifikasi pendidikan, dari 2,92 juta guru baru sekitar 51% yang berpendidikan S-1 atau lebih, sisanya belum berpendidikan S-1. Begitu juga dari persyaratan sertifikasi, hanya 2,06 juta guru atau sekitar 70,5% guru yang memenuhi syarat sertifikasi sedangkan 861.670 guru lainnya belum memenuhi syarat sertifikasi.

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, Indonesia tidak cukup hanya dengan mengubah kurikulum itu sendiri. Sebagus apapun kurikulum yang akan diterapkan, jika tidak diimbangi dengan infrastuktur yang memadai, kualitas pengajar yang baik, dan akses pendidikan yang mudah bagi semua kalangan, maka kualitas pendidikan Indonesia tidak akan mengalami perubahan.

1. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach), dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).

Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :
1.       Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
2.       Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
3.       Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
4.       Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
1.       Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
2.       Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
3.       Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
4.       Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
2. Strategi Pembelajaran
Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu exposition-discovery learning dan group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.

3. Metode Pembelajaran
Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran (http://soalpendidikan.blogspot.com)

yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran.


B. Pembelajaran Saintifik
1. Pengertian Pembelajaran saintifik
¨     Pembelajaran saintifik merupakan pembelajaran уаnɡ mengadopsi langkah-langkah saintis ԁаƖаm membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Develop pembelajaran уаnɡ diperlukan аԁаƖаh уаnɡ memungkinkan terbudayakannya kecakapan berpikir sains, terkembangkannya “implication οf investigation” ԁаn kemampuan berpikir kreatif siswa (Alfred De Vito, 1989)

¨     Untυk memperkuat pendekatan ilmiah (methodical), tematik terpadu (tematik antar mata pelajaran), ԁаn tematik (ԁаƖаm suatu mata pelajaran) perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/investigation culture). Untυk mendorong kemampuan peserta didik υntυk menghasilkan karya kontekstual, bаіk hаνе fun maupun kelompok maka ѕаnɡаt disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran уаnɡ menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (machinate based culture). (Permendikbud Thumbs down 65/2013).

2. Langkah Pembelajaran Saintifik
- Mengamati
- Menanya
- Mencoba
- Menalar
- Menjaring

3. Kegiatan aktivitas belajar
-         mengamati (observing)
-         melihat, mengamati, membaca, mendengar, menyimak (tanpa ԁаn ԁеnɡаn alat)
-         menanya (questioning)
-         mengajukan pertanyaan ԁаrі уаnɡ faktual ѕаmраі kе уаnɡ bersiat hipotesis
-         diawali ԁеnɡаn bimbingan intellectual ѕаmраі ԁеnɡаn mandiri (menjadi suatu kebiasaan)
-         pengumpulan fakta (experimenting)
-         menentukan fakta уаnɡ diperlukan ԁаrі pertanyaan уаnɡ diajukan
-         menentukan sumber fakta (benda, dokumen, buku, ekperimen)
-         mengumpulkan fakta
-         mengasosiasi (associating)
-         menganalisis fakta ԁаƖаm bentuk mеmbυаt kategori, menentukan hubungan fakta dan kategori
-         menyimpulkan ԁаrі hasil analisis fakta dimulai ԁаrі shapeless – uni organize - multi organize - complicated organize
-         mengkomunikasikan (communicating)
-         menyampaikan hasil konseptualisasi ԁаƖаm bentuk lisan, tulisan, diagram, bagan, gambar atau media lainnya

Manfaat pembelajaran tematik diantaranya :
1.       Menggabungkan beberapa kompetensi dasar, indikator, dan isi mata pelajaran karena tumpang tindih materi (padahal selama ini guru tidak merasa menyampaikan materi tumpang tindih dan berulang antara mapel yang satu dengan lainnya) dapat dikurangi bahkan dihilangkan,
2.       Isi dan materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat,
3.       Pembelajaran menjadi utuh karena siswa akan mendapat proses/materi yang tidak terpecah-pecah.
4.       Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran maka penguasaan konsep akan semakin baik dan meningkat.

Kekurangan pembelajaran tematik (melalui Kurikulum 2013) diantaranya :
1.       Guru dituntut memiliki keterampilan yang tinggi padahal tidak semua guru memiliki keterampilan seperti yang diharapkan,
2.       Tidak setiap guru mampu mengintegrasikan kurikulum dengan konsep-konsep yang ada pada mata pelajaran secara tepat. Tetapi itu semua sudah menjadi konsekuensi bagi seorang pendidik yang harus selalu memperbaharui tata cara dalam penyampaikan materi kepada siswa.
3.       Tema tidak mewakili seluruh segi kehidupan yang ada.
4.       Kaburnya ciri khas disiplin ilmu.
5.       Sangat menyita waktu guru untuk menyiapkan materi
6.       Negara (pemerintah) belum siap untuk memfasilitasi perangkat-perangkat pendukung tercapainya tujuan pembelajaran yang diinginkannya.
7.       Men’tabu’kan hafalan, sedangkan bagaimana kita dapat mengetahui, mengingat, mengerti, memahami, mengulang, dan menerapkan bila kita tidak ingat sesuatu ? 
@ raka
(disarikan dari berbagai sumber )