Translate

Jumat, 05 Desember 2014

PELAKSANAAN KURIKULUM 2013 DIHENTIKAN ?







Nomor : 179342/MPK/KR/2014 5 Desember 2014
Hal      : Pelaksanaan Kurikulum 2013

Yth. Ibu / Bapak Kepala Sekolah
di
Seluruh Indonesia
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Salam sejahtera bagi kita semua.
Semoga Ibu dan Bapak Kepala Sekolah dalam keadaan sehat walafiat, penuh semangat dan bahagia saat surat ini sampai. Puji dan syukur selalu kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat dan hidayahnya pada Ibu dan Bapak serta semua Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang telah menjadi pendorong kemajuan bangsa Indonesia lewat dunia pendidikan.
Melalui surat ini, saya ingin mengabarkan terlebih dahulu kepada Kepala Sekolah tentang Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan terkait dengan pelaksanaan Kurikulum 2013, sebelum keputusan ini diumumkan kepada masyarakat melalui media massa.
Sebelum tiba pada keputusan ini, saya telah memberi tugas kepada Tim Evaluasi Implementasi Kurikulum 2013 untuk membuat kajian mengenai penerapan Kurikulum 2013 yang sudah berjalan dan menyusun rekomendasi tentang penerapan kurikulum tersebut ke depannya.
Harus diakui bahwa kita menghadapi masalah yang tidak sederhana karena Kurikulum 2013 ini diproses secara amat cepat dan bahkan sudah ditetapkan untuk dilaksanakan di seluruh tanah air sebelum kurikulum tersebut pernah dievaluasi secara lengkap dan menyeluruh.
Seperti kita ketahui, Kurikulum 2013 diterapkan di 6.221 sekolah sejak Tahun Pelajaran 2013/2014 dan di semua sekolah di seluruh tanah air pada Tahun Pelajaran 2014/2015. Sementara itu, Peraturan Menteri nomor 159 Tahun 2014 tentang evaluasi Kurikulum 2013 baru dikeluarkan tanggal 14 Oktober 2014, yaitu tiga bulan sesudah Kurikulum 2013 dilaksanakan di seluruh Indonesia.
Pada Pasal 2 ayat 2 dalam Peraturan Menteri nomor 159 Tahun 2014 itu menyebutkan bahwa Evaluasi Kurikulum bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai:
1. Kesesuaian antara Ide Kurikulum dan Desain Kurikulum;
2. Kesesuaian antara Desain Kurikulum dan Dokumen Kurikulum;
3. Kesesuaian antara Dokumen Kurikulum dan Implementasi Kurikulum; dan
4. Kesesuaian antara Ide Kurikulum, Hasil Kurikulum, dan Dampak Kurikulum.

Alangkah bijaksana bila evaluasi sebagaimana dicantumkan dalam pasal 2 ayat 2 dilakukan secara lengkap dan menyeluruh sebelum kurikulum baru ini diterapkan di seluruh sekolah. Konsekuensi dari penerapan menyeluruh sebelum evaluasi lengkap adalah bermunculannya masalah-masalah yang sesungguhnya bisa dihindari jika proses perubahan dilakukan secara lebih seksama dan tak terburu-buru.
Berbagai masalah konseptual yang dihadapi antara lain mulai dari soal ketidakselarasan antara ide dengan desain kurikulum hingga soal ketidakselarasan gagasan dengan isi buku teks. Sedangkan masalah teknis penerapan seperti berbeda-bedanya kesiapan sekolah dan guru, belum meratanya dan tuntasnya pelatihan guru dan kepala sekolah, serta penyediaan buku pun belum tertangani dengan baik. Anak-anak, guru dan orang tua pula yang akhirnya harus menghadapi konsekuensi atas ketergesa-gesaan penerapan sebuah kurikulum. Segala permasalahan itu memang ikut melandasi pengambilan keputusan terkait penerapan Kurikulum 2013 kedepan, namun yang menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan ini adalah kepentingan anak-anak kita.
Maka dengan memperhatikan rekomendasi tim evaluasi implementasi kurikulum, serta diskusi dengan berbagai pemangku kepentingan, saya memutuskan untuk:

1. Menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang baru menerapkan satu semester, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2014/2015. Sekolah-sekolah ini supaya kembali menggunakan Kurikulum 2006. Bagi Ibu/Bapak kepala sekolah yang sekolahnya termasuk kategori ini, mohon persiapkan sekolah untuk kembali menggunakan Kurikulum 2006 mulai semester genap Tahun Pelajaran 2014/2015. Harap diingat, bahwa berbagai konsep yang ditegaskan kembali di Kurikulum 2013 sebenarnya telah diakomodasi dalam Kurikulum 2006, semisal penilaian otentik, pembelajaran tematik terpadu, dll. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi guru-guru di sekolah untuk tidak mengembangkan metode pembelajaran di kelas. Kreatifitas dan keberanian guru untuk berinovasi dan keluar dari praktik-pratik lawas adalah kunci bagi pergerakan pendidikan Indonesia.
2. Tetap menerapkan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang telah tiga semester ini menerapkan, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2013/2014 dan menjadikan sekolah-sekolah tersebut sebagai sekolah pengembangan dan percontohan penerapan Kurikulum 2013. Pada saat Kurikulum 2013 telah diperbaiki dan dimatangkan lalu sekolah-sekolah ini (dan sekolah-sekolah lain yang ditetapkan oleh Pemerintah) dimulai proses penyebaran penerapan Kurikulum 2013 ke sekolah lain di sekitarnya. Bagi Ibu dan Bapak kepala sekolah yang sekolahnya termasuk kategori ini, harap bersiap untuk menjadi sekolah pengembangan dan percontohan Kurikulum 2013. Kami akan bekerja sama dengan Ibu/Bapak untuk mematangkan Kurikulum 2013 sehingga siap diterapkan secara nasional dan disebarkan dari sekolah yang Ibu dan Bapak pimpin sekarang. Catatan tambahan untuk poin kedua ini adalah sekolah yang keberatan menjadi sekolah pengembangan dan percontohan Kurikulum 2013, dengan alasan ketidaksiapan dan demi kepentingan siswa, dapat mengajukan diri kepada Kemdikbud untuk dikecualikan.
3. Mengembalikan tugas pengembangan Kurikulum 2013 kepada Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Pengembangan Kurikulum tidak ditangani oleh tim ad hoc yang bekerja jangka pendek. Kemdikbud akan melakukan perbaikan mendasar terhadap Kurikulum 2013 agar dapat dijalankan dengan baik oleh guru-guru kita di dalam kelas, serta mampu menjadikan proses belajar di sekolah sebagai proses yang menyenangkan bagi siswa-siswa kita.

Kita semua menyadari bahwa kurikulum pendidikan nasional memang harus terus menerus dikaji sesuai dengan waktu dan konteks pendidikan di Indonesia untuk mendapat hasil terbaik bagi peserta didik. Perbaikan kurikulum ini mengacu pada satu tujuan utama, yaitu untuk meningkatkan mutu ekosistem pendidikan Indonesia agar anak-anak kita sebagai manusia utama penentu masa depan negara dapat menjadi insan bangsa yang: (1) beriman dan bertakwa kepadaTuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, mandiri, demokratis, bertanggung jawab; (2) menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan (3) cakap dan kreatif dalam bekerja. Adalah tugas kita semua untuk bergandengan tangan memastikan tujuan ini dapat tercapai, demi anak-anak kita.
Pada akhirnya kunci untuk pengembangan kualitas pendidikan adalah pada guru. Kita tidak boleh memandang bahwa pergantian kurikulum secara otomatis akan meningkatkan kualitas pendidikan. Bagaimanapun juga di tangan gurulah proses peningkatan itu bisa terjadi dan di tangan Kepala Sekolah yang baik dapat terjadi peningkatan kualitas ekosistem pendidikan di sekolah yang baik pula. Peningkatan kompetensi guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan akan makin digalakkan sembari kurikulum ini diperbaiki dan dikembangkan.
Pada kesempatan ini pula, saya juga mengucapkan apreasiasi yang setinggi-tingginya atas dedikasi yang telah Ibu dan Bapak Kepala Sekolah berikan demi majunya pendidikan di negeri kita ini. Dibawah bimbingan Ibu dan Bapak-lah masa depan pendidikan, pembelajaran, dan pembudayaan anak-anak kita akan terus tumbuh dan berkembang. Semoga berkenan menyampaikan salam hangat dan hormat dari saya kepada semua guru dan tenaga kependidikan di sekolah yang dipimpin oleh Ibu dan Bapak. Bangsa ini menitipkan tugas penting dan mulia pada ibu dan bapak sekalian untuk membuat masa depan lebih baik. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melindungi kita semua dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan dan kebudayaan nasional.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jakarta, 5 Desember 2014


Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
Anies Baswedan

 

Rabu, 05 November 2014

KURIKULUM, PENDEKATAN, STRATEGI, METODE PEMBELAJARAN DAN PEMBELAJARAN SAINTIFIK



A.      Pendahuluan
Secara etimologi kurikulum berasal kata curese atau currerre yang berarti jumlah yang ditempuh. Dalam bahasa latin kurikulum berarti berlari cepat. Kurikulum adalah kegiatan belajar mengajar yang mencakup di dalam maupun di luar kelas.
Kementerian Pendidikan Republik Indonesia mengharapkan lembaga pendidikan di Indonesia mampu mengimplementasikan kurikulum terbaru ini karena kurikulum ini merupakan penyempurna dari kurikulum-kurikulum sebelumnya, meskipun tidak di pungkiri akan muncul kembali kurikulum-kurikulum terbaru.

Kurikulum ini dinamakan kurikulum 2013 yang mana proses pembelajarannya menekankan keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif sehingga siswa memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya.
Perubahan Kurikulum ini sudah  merupakan ritual (government orders not educational order) sistem Pendidikan Indonesia.  Belum sampai tuntas kurikulum satu di implementasikan, sudah harus diganti dengan kurikulum yang baru.

Latar belakang pentingnya penerapan kurikulum 2013, antaralain akhlak generasi muda yang semakin brutal: tidak jujur, tidak disiplin, kecenderungan menyelesaikan persoalan dengan kekerasan dan kasus pemaksaan kehendak yang mulai sering tampak di Indonesia. Disamping isu moral, juga dikemukakan isu ekonomi, yaitu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan ketahanan pangan Indonesia. Sebenarnya ada yang lebih penting dari semua itu, yaitu demografi-jumlah penduduk yang meledak harus bisa terserap pasar, menurut mendikbud dulu, Moh. Nuh.

Dalam kurikulum 2013, pelajaran IPA diajarkan integrative science studies yang berorientasi aplikatif, mengembangkan kemampuan berfikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, mengembangkan sikap peduli dan bertanggung jawab pada lingkungan alam. Pada pelajaran bahasa Inggris untuk SD dihapus.  Teknologi informasi dan Komunikasi di jenjang SMP dan SMA dihapus.  Menurut Staf Ahli Kemendikbud Prof. Dr. Kacung Marijan, Indonesia mengalami masalah pendidikan yang kompleks. Selain angka putus sekolah, pendidikan di Indonesia juga menghadapi berbagai masalah lain. Masalah utama pendidikan di Indonesia adalah kualitas guru yang masih rendah, kualitas kurikulum yang belum standar, dan kualitas infrastruktur yang belum memadai.

Dari dulu hingga sekarang masalah infrastruktur pendidikan menjadi momok tersendiri bagi pendidikan di Indonesia. Hal ini dikarenakan masih banyaknya sekolah-sekolah yang belum dan lambat menerima bantuan untuk perbaikan dan pembangunan sekolah yang rusak atau tidak layak yang tak kunjung selesai. Apalagi bantuan perangkat pendukung pembelajaran seperti alat peraga, alat-alat laboratorium, perangkat IT dan sebagainya masih tidak merata bahkan untuk pendidikan dasar (baca SD) sepertinya ‘dianak tirikan’ padahal keberhasilan pendidikan di tingkat dasar merupakan penentu pendidikan tingkat selanjutnya.

Berdasarkan data Kemendiknas, saat ini Indonesia memiliki 899.016 ruang kelas SD namun sebanyak 293.098 (32,6%) dalam kondisi rusak. Sementara pada tingkat SMP, saat ini Indonesia memiliki 298.268 ruang kelas namun ruang kelas dalam kondisi rusak mencapai 125.320 (42%). Dari segi kualifikasi pendidikan, dari 2,92 juta guru baru sekitar 51% yang berpendidikan S-1 atau lebih, sisanya belum berpendidikan S-1. Begitu juga dari persyaratan sertifikasi, hanya 2,06 juta guru atau sekitar 70,5% guru yang memenuhi syarat sertifikasi sedangkan 861.670 guru lainnya belum memenuhi syarat sertifikasi.

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, Indonesia tidak cukup hanya dengan mengubah kurikulum itu sendiri. Sebagus apapun kurikulum yang akan diterapkan, jika tidak diimbangi dengan infrastuktur yang memadai, kualitas pengajar yang baik, dan akses pendidikan yang mudah bagi semua kalangan, maka kualitas pendidikan Indonesia tidak akan mengalami perubahan.

1. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach), dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).

Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :
1.       Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
2.       Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
3.       Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
4.       Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
1.       Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
2.       Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
3.       Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
4.       Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
2. Strategi Pembelajaran
Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu exposition-discovery learning dan group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.

3. Metode Pembelajaran
Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran (http://soalpendidikan.blogspot.com)

yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran.


B. Pembelajaran Saintifik
1. Pengertian Pembelajaran saintifik
¨     Pembelajaran saintifik merupakan pembelajaran уаnɡ mengadopsi langkah-langkah saintis ԁаƖаm membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Develop pembelajaran уаnɡ diperlukan аԁаƖаh уаnɡ memungkinkan terbudayakannya kecakapan berpikir sains, terkembangkannya “implication οf investigation” ԁаn kemampuan berpikir kreatif siswa (Alfred De Vito, 1989)

¨     Untυk memperkuat pendekatan ilmiah (methodical), tematik terpadu (tematik antar mata pelajaran), ԁаn tematik (ԁаƖаm suatu mata pelajaran) perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/investigation culture). Untυk mendorong kemampuan peserta didik υntυk menghasilkan karya kontekstual, bаіk hаνе fun maupun kelompok maka ѕаnɡаt disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran уаnɡ menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (machinate based culture). (Permendikbud Thumbs down 65/2013).

2. Langkah Pembelajaran Saintifik
- Mengamati
- Menanya
- Mencoba
- Menalar
- Menjaring

3. Kegiatan aktivitas belajar
-         mengamati (observing)
-         melihat, mengamati, membaca, mendengar, menyimak (tanpa ԁаn ԁеnɡаn alat)
-         menanya (questioning)
-         mengajukan pertanyaan ԁаrі уаnɡ faktual ѕаmраі kе уаnɡ bersiat hipotesis
-         diawali ԁеnɡаn bimbingan intellectual ѕаmраі ԁеnɡаn mandiri (menjadi suatu kebiasaan)
-         pengumpulan fakta (experimenting)
-         menentukan fakta уаnɡ diperlukan ԁаrі pertanyaan уаnɡ diajukan
-         menentukan sumber fakta (benda, dokumen, buku, ekperimen)
-         mengumpulkan fakta
-         mengasosiasi (associating)
-         menganalisis fakta ԁаƖаm bentuk mеmbυаt kategori, menentukan hubungan fakta dan kategori
-         menyimpulkan ԁаrі hasil analisis fakta dimulai ԁаrі shapeless – uni organize - multi organize - complicated organize
-         mengkomunikasikan (communicating)
-         menyampaikan hasil konseptualisasi ԁаƖаm bentuk lisan, tulisan, diagram, bagan, gambar atau media lainnya

Manfaat pembelajaran tematik diantaranya :
1.       Menggabungkan beberapa kompetensi dasar, indikator, dan isi mata pelajaran karena tumpang tindih materi (padahal selama ini guru tidak merasa menyampaikan materi tumpang tindih dan berulang antara mapel yang satu dengan lainnya) dapat dikurangi bahkan dihilangkan,
2.       Isi dan materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat,
3.       Pembelajaran menjadi utuh karena siswa akan mendapat proses/materi yang tidak terpecah-pecah.
4.       Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran maka penguasaan konsep akan semakin baik dan meningkat.

Kekurangan pembelajaran tematik (melalui Kurikulum 2013) diantaranya :
1.       Guru dituntut memiliki keterampilan yang tinggi padahal tidak semua guru memiliki keterampilan seperti yang diharapkan,
2.       Tidak setiap guru mampu mengintegrasikan kurikulum dengan konsep-konsep yang ada pada mata pelajaran secara tepat. Tetapi itu semua sudah menjadi konsekuensi bagi seorang pendidik yang harus selalu memperbaharui tata cara dalam penyampaikan materi kepada siswa.
3.       Tema tidak mewakili seluruh segi kehidupan yang ada.
4.       Kaburnya ciri khas disiplin ilmu.
5.       Sangat menyita waktu guru untuk menyiapkan materi
6.       Negara (pemerintah) belum siap untuk memfasilitasi perangkat-perangkat pendukung tercapainya tujuan pembelajaran yang diinginkannya.
7.       Men’tabu’kan hafalan, sedangkan bagaimana kita dapat mengetahui, mengingat, mengerti, memahami, mengulang, dan menerapkan bila kita tidak ingat sesuatu ? 
@ raka
(disarikan dari berbagai sumber )