Translate

Selasa, 31 Desember 2013

INILAH WANITA PERTAMA YANG MASUK SURGA setelah UMAHATUL MUKMININ

Inilah Wanita Pertama yang Masuk Surga

SUATU hari putri Nabi SAW. Fatimah Az Zahra ra. bertanya kepada Rasulullah SAW., siapakah wanita pertama yang memasuki surga setelahUmmahatul Mukminin  setelah istri-istri Nabi SAW.? Rasulullah bersabda: Dialah Mutiah.

Berhari-hari Fatimah Az Zahra berkeliling kota Madinah untuk mencari tahu keberadaan siapa Mutiah itu dan dimana wanita yang dikatakan oleh Nabi SAW. itu tinggal. Alhamdulillah dari informasi yang didapatkannya, Fatimah mengetahui keberadaan dan tempat tinggal Mutiah di pinggiran kota Madinah.
Atas ijin suaminya Ali bin Abi Thalib, maka Fatimah Az Zahra dengan mengajak Hasan putranya untuk bersilaturahmi ke rumah Mutiah pada pagi hari. Sesampainya di rumah Mutiah, maka Fatimah yang sudah tidak sabar segera mengetuk pintu rumah Mutiah dengan mengucapkan salam.
“Assalaamu’alaikum ya ahlil bait.” Dari dalam rumah terdengar jawaban seorang wanita, “Wa’alaikassalaam … siapakah diluar?” lanjutnya bertanya. Fatimah menjawab, “Saya Fatimah putri Muhammad SAW.” Mutiah menjawab, “Alhamdulillah, hari ini rumahku dikunjungi putri Nabi junjungan alam semesta.”
Segera Mutiah membuka sedikit pintu rumahnya, dan ketika Mutiah melihat Fatimah membawa putra laki-lakinya yang masih kecil (dalam riwayat masih berumur 5 tahun). Maka Mutiah kembali menutup pintu rumahnya kembali, terkagetlah Fatimah dan bertanyalah putri Nabi SAW kepada Mutiah dari balik pintu.
“Ada apa gerangan wahai Mutiah? Kenapa engkau menutup kembali pintu rumahmu? Apakah engkau tidak mengijinkan aku untuk mengunjungi dan bersilaturahim kepadamu?”
Mutiah dari balik pintu rumahnya menjawab, “Wahai putri Nabi, bukannya aku tidak mau menerimamu di rumahku. Akan tetapi keberadaanmu bersama dengan anak laki-lakimu Hasan, yang menurut ajaran Rasulullah tidak membolehkan seorang istri untuk memasukkan laki-laki ke rumahnya ketika suaminya tidak ada di rumah dan tanpa ijin suaminya. Walaupun anakmu Hasan masih kecil, tetapi aku belum meminta ijin kepada suamiku dan suamiku saat ini tidak berada dirumah. Kembalilah besok biar aku nanti meminta ijin terlebih dahulu kepada suamiku.”
Tersentaklah Fatimah Az-Zahra mendengarkan kata-kata wanita mulia ini, bahwa argumentasi Mutiah memang benar seperti yang diajarkan ayahnya Rasulullah SAW. Akhirnya Fatimah pulang dengan hati yang bergejolak dan merencanakan akan kembali besok hari.
Pada hari berikutnya ketika Fatimah akan berangkat ke rumah Mutiah, Husein adik Hasan rewel tidak mau ditinggal dan merengek minta ikut ibunya. Hingga akhirnya Fatimah mengajak kedua putranya Hasan dan Husein. Dengan berpikir bahwa Mutiah sudah meminta ijin kepada suaminya atas keberadaannya dengan membawa Hasan, sehingga kalau dia membawa Husein sekaligus maka hal itu sudah termasuk ijin yang diberikan kepada Hasan karena Husein berusia lebih kecil dan adik dari Hasan.
Namun ketika berada didepan rumah Mutiah, maka kejadian pada hari pertama terulang kembali. Mutiah mengatakan bahwa ijin yang diberikan oleh suaminya hanya untuk Hasan, akan tetapi untuk Husein Mutiah belum meminta ijin suaminya.
Semakin galau hati Fatimah, memikirkan begitu mulianya wanita ini menjunjung tinggi ajaran Rasulullah SAW. dan begitu tunduk dan tawaddu’ kepada suaminya.
Pada hari yang ketiga, kembali Fatimah bersama kedua anaknya datang ke rumah Mutiah pada sore hari. Namun kembali Fatimah mendapati kejadian yang mencengangkan, dia terkagum. Mutiah didapati sedang berdandan sangat rapi dan menggunakan pakaian terbaik yang dipunyai dengan bau yang harum, sehingga Mutiah terlihat sangat mempesona.
Dalam kondisi seperti itu, Mutiah mengatakan kepada Fatimah bahwa suaminya sebentar lagi akan pulang kerja dan dia sedang bersiap-siap menyambutnya. Subhanallah, kita merindukan istri yang demikian. Yaitu ketika suami pulang kerja dia berusaha menyambutnya dengan kondisi sudah mandi, sudah berdandan, sudah memakai pakaian yang bagus, dan siap menyambut kedatangan suami di halaman rumah dengan senyuman terindah penuh kasih dan sayang. Ya Allah, jadikanlah istri-istri kami seperti Mutiah.
Akhirnya Fatimah pulang kembali dengan kekaguman yang tak terperi kepada Mutiah. Dan pada hari yang keempat, Fatimah datang kembali ke rumah Mutiah lebih sore dan berharap bahwa suaminya sudah berada di rumah atau sudah pulang dari kerja. Dan Alhamdulillah memang pada saat Fatimah datang, suami Mutiah baru saja sampai di rumah pulang dari kerja.
Fatimah dan kedua anaknya Hasan dan Husein dipersilahkan masuk oleh Mutiah dan suaminya ke rumahnya. Fatimah melihat sebuah pemandangan yang jauh lebih mengesankan dibanding dengan yang dihadapinya sejak hari pertama. Mutiah sudah menyiapkan baju ganti yang bersih untuk suaminya, sambil menuntun suaminya ke kamar mandi. Mutiah terlihat mulai melepaskan baju suaminya, dan mereka berdua hilang masuk ke bilik kamar mandi. Dan yang dilakukan oleh Mutiah adalah memandikan suaminya. Subhanallah… Tsumma Subhanallah.
Selesai memandikan suaminya, Fatimah menyaksikan Mutiah menuntun suaminya menuju ke tempat makan. Dan suaminya sudah disiapkan makanan dan minuman yang dimasaknya seharian. Sebelum memakan makanan yang sudah disiapkan, Mutiah masuk ke dalam rumah dan keluar dengan membawa cambuk sepanjang 2 meter dan diberikan kepada suaminya dengan mengatakan.
“Wahai suamiku, seharian aku telah membuat makanan dan minuman yang ada didepanmu. Sekiranya engkau tidak menyukai dan tidak berkenan atas masakan yang aku buat, maka cambuklah diriku.”
Tanpa bertanya apa-apa, Fatimah sudah memahami apa yang dikatakan oleh ayahnya Rasulullah SAW. tentang wanita pertama penghuni surga setelah para istri Nabi yaitu Mutiah.
Fatimah pulang menangis haru dan bahagia karena sudah mendapatkan jawaban bagaimana istri yang sholihah. Seperti yang ada pada diri Mutiah, yang mendapatkan kehormatan sebagai wanita yang paling dahulu memasuki surga Allah SWT.
 Artikel: www.solusiislam.com

Berkaca pada kepemimpinan Muhammad SAW


Berkaca pada kepemimpinan Muhammad SAW.

Muhammad SAW
Jika kita merujuk kembali tentang sirah Muhammad SAW, niscaya kita akan menggelengkan kepala seraya terkagum-kagum dengan model kepemimpinan beliau, baik dalam berbisnis dan entrepreneurship, dalam menata dan mengatur Negara, atau bersiasat dalam medan perang, bahkan dalam memimpin rumah tangga yang mana beliau senantiasa adil terhadap istri-istrinya. Maka sangatlah tepat apabila Micheal H.Hart menempatkan Nabi Muhammad SAW dalam urutan pertama diantara seratus tokoh yang paling berpengaruh di dunia. Sebab Muhammad SAW adalah pemimpin holistic, yang menyeluruh dari segala aspek kehidupan baik untuk saat ini ataupun untuk masa yang akan datang. 

Figur dari profil Muhammad SAW sendiri memang tidak akan pernah habis termakan zaman, tidak ada satupun dari para pemimpin sebelum atau setelahnya yang sangat berhasil dalam melakukan perubahan seperti yang telah dilakukan oleh Muhammad SAW. Beliau telah terbukti sebagai pemimpin yang proven, figur yang memberi perubahan yang nyata dan pasti bagi masyarakat menuju kebaikan yang hakiki, bukan perubahan yang sekedar embel-embel ucapan belaka, tetapi perubahan tersebut accepted, benar-benar diterima oleh akal fikiran, diterima dengan hati nurani dan diakui oleh semua masyarakat akan kebenaran dari segala yang beliau sampaikan.


“Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau menuntut suatu jabatan. Sesungguhnya jika diberi karena ambisimu maka kamu akan menanggung seluruh bebannya. Tetapi jika ditugaskan tanpa ambisimu maka kamu akan ditolong mengatasinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sungguh luar biasa sekali jika kita mau berkaca lalu meneladani khutwah beliau dalam memimpim. Beliau SAW selalu menomorsatukan fungsi sebagai landasan untuk memilih orang kepercayaan, bukan semata hanya melihat pada penampilan ataupun faktor-faktor lainnya. Sebagai contoh, sahabat Rasulullah SAW yang paling dekat dan yang paling beliau cintai, Abu Bakar Ash Shiddiq ra, adalah sosok yang memiliki karakter percaya dengan sepenuh hati, senantiasa rela berkorban demi apapun untuk kepentingan agama. Begitu juga dengan Umar ibn Khattab ra, dia memiliki peran sebagai sahabat yang kuat, pemberani dan tidak takut untuk membela kebenaran. Utsman bin Affan ra, seorang sahabat yang kaya raya, namun tidak sombong bahkan dia rela menafkahkan harta-hartanya untuk kepentingan dakwah. Ali bin Abi Thalib ra, pemuda yang cerdas, tegas, penuh ide kreatif dan juga rela berkorban. Dan masih banyak sekali sahabat-sahabat lainnya.
Selain itu Rasulullah SAW adalah figur pemimpin yang senantiasa lebih banyak memikirkan dan mementingkan keadaan masyarakatnya (umat) dibanding diri sendiri. Beliau juga sosok pemimpin yang selalu memilih jalan yang tersukar untuk dirinya namun memberi jalan termudah untuk umatnya. Dan dalam memutuskan suatu perkara atau permasalahan, beliau juga lebih mengutamakan segi kemaslahatan dari pada kesia-siaan terlebih lagi segi kemafsadatan. Dan yang lebih penting Rasulullah Muhammad SAW selalu mendahulukan tujuan akhirat daripada tujuan duniawi. 


Beliau juga sosok pemimpin yang selalu memilih jalan yang tersukar untuk dirinya namun memberi jalan termudah untuk umatnya.
Dalam Surat At Taubah 128, Allah SWT menyatakan: 
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin
Begitulah sosok kepemimpinan Nabi kita Muhammad SAW yang betul-betul ideal sekaligus sempurna untuk diikuti dan dijadikan tauladan bagi kita. Beliau yang mampu menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri dan pemimpin bagi umatnya. Antara prilaku dan ucapan beliau sama tidak pernah melenceng sedikitpun. Sebaiknya kita mampu meniru nabi walaupun tidak sesempurna beliau. 

Ditulis oleh: Ust Abu Syauqie Al Mujaddid (Dewan Pembina Solusi Islam)
Artikel: www.solusiislam.com

Kisah Nyata : Cinta Di Ujung Penyesalan

Suami yang tercinta
Ini adalah kisah nyata yang akan menginspirasi kita semua, saya dapatkan dari sebuah notes di facebook bernama Rina Amalina. Semoga dapat menjadi pelajaran dan HIKMAH bagi kita semua.

****
Suamiku kini telah tiada dan penyesalanku yg terus ada. Ini adalah kisah nyata di kehidupanku. Seorang suami yg kucintai yang kini telah tiada. Begitu besar pengorbanan seorang suamiku pada keluargaku. Begitu tulus kasih sayangnya untukku dan anakku. Suamiku adalah seorang pekerja keras. Dia membangun segala yang ada di keluarga ini dari nol besar hingga menjadi seperti saat ini. Sesuatu yang kami rasa sudah lebih dari cukup.

Aku merasa sangat berdosa ketika teringat suamiku pulang bekerja dan aku menyambutnya dengan amarah,tak kuberikan secangkir teh hangat melainkan kuberikan segenggam luapan amarah.
Selalu kukatakan pada dia bahwa dia tak peduli padaku,tak mengerti aku,dan selalu saja sibuk dengan pekerjaannya.

Tapi kini aku tahu.
Semua ucapanku selama ini salah.dan hanya menjadi penyesalanku karena dia telah tiada. Temannya mengatakan padaku sepeninggal kepergiannya. Bahwa dia selalu membanggakan aku dan anakku di depan rekan kerjanya.

Dia berkata, “ Setiap kali kami ajak dia makan siang, mas Anwar jarang sekali ikut kalau tidak penting sekali, alasannya slalu tak jelas. Dan lain waktu aku sempat menanyakan kenapa dia jarang sekali mau makan siang, dia menjawab, “ Aku belum melihat istriku makan siang dan aku belum melihat anakku minum susu dengan riang.lalu bagaimana aku bisa makan siang.” Saat itu tertegun,aku salut pada suamimu. Dia sosok yang sangat sayang pada keluarganya. Suamimu bukan saja orang yang sangat sayang pada keluarga,tapi suamimu adalah sosok pemimpin yang hebat. Selalu mampu memberikan solusi-solusi jitu pada perusahaan.”

Aku menahan air mataku karena aku tak ingin menangis di depan rekan kerja suamiku. Aku sedih karena saat ini aku sudah kehilangan sosok yang hebat.
Teringat akan amarahku pada suamiku, aku selalu mengatakan dia slalu menyibukkan diri pada pekerjaan,dia tak pernah peduli pada anak kita. Namun itu semua salah. Sepeninggal suamiku. Aku menemukan dokumen2 pekerjaannya. Dan aku tak kuasa menahan tangis membaca di tiap lembar di sebuah buku catatan kecil di tumpukan dokumen itu, yang salah satunya berbunyi:

“Perusahaan kecil CV.Anwar Sejahtera di bangun atas keringat yang tak pernah kurasa. Kuharap nanti bukan lagi CV.Anwar Sejahtera, melainkan akan di teruskan oleh putra kesayanganku dengan nama PT. Syahril Anwar Sejahtera. Maaf nak, ayah tidak bisa memberikanmu sebuah kasih sayang berupa belaian. Tapi cukuplah ibumu yang memberikan kelembutan kasih sayang secara langsung. Ayah ingin lakukan seperti ibumu. Tapi kamu adalah laki-laki. Kamu harus kuat. Dan kamu harus menjadi laki-laki hebat. Dan ayah rasa,kasih sayang yang lebih tepat ayah berikan adalah kasih sayang berupa ilmu dan pelajaran. Maaf ayah agak keras padamu nak. Tapi kamulah laki-laki. Sosok yang akan menjadi pemimpin, sosok yang harus kuat menahan terpaan angin dari manapun. Dan ayah yakin kamu dapat menjadi seperti itu.”

Membaca itu, benar-benar baru kusadari.betapa suamiku menyayangi putraku. betapa dia mempersiapkan masa depan putraku sedari dini. Betapa dia memikirkan jalan untuk kebaikan anak kita.
Setiap suamiku pulang kerja. Dia selalu mengatakan, “ Ibu capai? Istirahat dulu saja”
Dengan kasar kukatakan, “ Ya jelas aku capai, semua pekerjaan rumah aku kerjakan. Urus anak, urus cucian, masak, ayah tahunya ya pulang datang bersih. titik.”

Sungguh,bagaimana perasaan suamiku saat itu. Tapi dia hanya diam saja. Sembari tersenyum dan pergi ke dapur membuat teh atau kopi hangat sendiri. Padahal kusadari. Beban dia sebagai kepala rumah tangga jauh lebih berat di banding aku. Pekerjaannya jika salah pasti sering di maki-maki pelanggan. Tidak kenal panas ataupun hujan dia jalani pekerjaannya dengan penuh ikhlas.

Suamiku meninggalkanku setelah terkena serangan jantung di ruang kerjanya.tepat setelah aku menelponnya dan memaki-makinya. Sungguh aku berdosa. Selama hidupnya tak pernah aku tahu bahwa dia mengidap penyakit jantung. Hanya setelah sepeninggalnya aku tahu dari pegawainya yang sering mengantarnya ke klinik spesialis jantung yang murah di kota kami. Pegawai tersebut bercerita kepadaku bahwa sempat dia menanyakan pada suamiku:
“Pak kenapa cari klinik yang termurah? Saya rasa bapak bisa berobat di tempat yg lebih mahal dan lebih memiliki pelayanan yang baik dan standar pengobatan yang lebih baik pula.”

Dan suamiku menjawab, “ Tak usahlah terlalu mahal. Aku cukup saja, aku ingin tahu seberapa lama aku dapat bertahan. Tidak lebih. Dan aku tak mau memotong tabungan untuk hari depan anakku dan keluargaku. Aku tak ingin gara-gara jantungku yang rusak ini mereka menjadi kesusahan. Dan jangan sampai istriku tahu aku mengidap penyakit jantung. Aku takut istriku menyayangiku karena iba. Aku ingin rasa sayang yang tulus dan ikhlas.”

Tuhan..Maafkan hamba Tuhan, hamba tak mampu menjadi istri yang baik. Hamba tak sempat memberikan rasa sayang yang pantas untuk suami hamba yang dengan tulus menyayangi keluarga ini. Aku malu pada diriku. Hanya tangis dan penyesalan yang kini ada.
Saya menulis ini sebagai renungan kita bersama. Agar kesalahan yang saya lakukan tidak di lakukan oleh wanita-wanita yang lain. Karena penyesalan yang datang di akhir tak berguna apa-apa. Hanyalah penyesalan dan tak merubah apa-apa.

Banggalah pada suamimu yang senantiasa meneteskan keringatnya hingga lupa membasuhnya dan mengering tanpa dia sadari.
Banggalah pada suamimu, karena ucapan itu adalah pemberian yang paling mudah dan paling indah jika suamimu mendengarnya.
Sambut kepulangannya di rumah dengan senyum dan sapaan hangat. Kecup keningnya agar dia merasakan ketenangan setelah menahan beban berat di luar sana.
Sambutlah dengan penuh rasa tulus ikhlas untuk menyayangi suamimu.
Selagi dia kembali dalam keadaan dapat membuka mata lebar-lebar.
Dan bukan kembali sembari memejamkan mata tuk selamanya.

Teruntuk suamiku.
Maafkan aku sayang.
Terlambat sudah kata ini ku ucapkan.
Aku janji pada diriku sendiri teruntukmu.
Putramu ini akan kubesarkan seperti caramu.
Putra kita ini akan menjadi sosok yang sepertimu.
Aku bangga padamu,aku sayang padamu.

Istrimu
Rina

(Silahkan berbagi tulisan ini kepada saudara,teman,kerabat anda. Saya berharap pengalaman yg saya miliki dapat menjadi pelajaran bagi kita semua...)